Pemerintah Indonesia memandang setiap pembunuhan (pelanggaran HAM) di Papua dari sudut pandang akibat. Sedangkan kita (orang Papua) sebagai
korban memandang setiap tindakan pembunuhan dan pembantaian yang dilakukan pemerintah Indonesia dari
sudut pandang sebab.
Mari kita lihat dengan logika sederhana.
Seprti apa dari sudut pandang akibat?
Pelanggaran Ham berat yang
terjadi di Papua akibat dari Papua ingin memisakan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),maka itu
sudah sewajarnya tanggung jawab negara untuk menumpas oknum-oknum yang
kontra dengan hukum dan kebijakan Negara. Pelanggaran Ham di Papua hanyalah "Akibat yang di timbulkan oleh adanya sebab". Dengan
demikian segalah bentuk Pembunuhan (Pelanggaran Ham) tidak perluh di
hiraukan dan dibahas lagi karena sudah jelas dan sewajarnya tugas negara menumpas mereka yang mengganggu keutuhan Negara .
Bagamaimana dari sudut pandang sebab?
Pemerintah Indonesia yang masuk secara Ilegal di tanah Papua pada
tanggal 19 Desember 1961 melalui Trikora dan mencapai puncak invasinya
pada 1 Mei 1963 yang di tandai dengan penyerahan administrasi Papua Barat dari
tangan UNTEA ke Pemerintah Indonesia,menyebabkan pembunuhan dan
pembantaian (Pelanggaran Ham) besar-besaran pada orang
Papua di atas tanah airnya sendiri."Sebab yang memicu terjadinya akibat"
Dari kedua pandangan tersebut dapat di jabarkan penjelasan tentang pembunuhan dan pembantaian (Pelanggaran Ham) yang terjadi di
Papua misalnya seperti Penelitian Asian Human Right Commission
(ARHC).Usai mewawancarai sejumlah saksi, dan memeriksa catatan sejarah.
Badan ini juga mengumpulkan 4.416 nama yang dilaporkan dibunuh oleh
militer dan menyatakan jumlah korban tewas akibat kekerasan, lebih dari
10.000 orang Papua.
Kejadian dengan jumlah korban itu terjadi pada tahun 1977-1978 di
pegunungan tengah Papua. Pertanyaannya, berapa korban orang Papua dari tahun 1961-1977 pada saat invasi berlangsung. Berapa jumlah korban orang Papua dari tahun 1978- sampai
dengan saat ini yang di bunuh Negara. Korban yang di bunuh
secara terang-terangan dari tahun 1978 keatas diantaranya beberapa
aktivis Papua yang secara nyata diculik dan dibunuh oleh Militer Indonesia dan informasinya diketahui secara publik melalui
awak media misalnya;
- Pada tanggal 11 November 2001 terbunuhnya Tokoh Adat Papua,Theys Hiyo Eluay oleh Militer Indonesia bersama sopir pribadiinya Aristoteles masoka.Sampai saat ini sopir pribadinya belum di ketahui keberadaan mayatnya. Sebagai supir pribadi Theys Hiyo Eluay, Aristoteles pada malam itu sedang mengemudikan kendaraan untuk mengantarkan pulang Theys setelah menghadiri suatu acara yang diadakan di markas Kopassus di Jayapura, Papua. Dalam perjalanan pulang ini keduanya disergap. Theys ditemukan keesokan harinya sudah dalam keadaan meninggal dunia. Sedangkan Aristoteles Masoka, yang terakhir kali terlihat diseret masuk ke dalam Markas Kopassus di Jayapura, tidak pernah terlihat lagi. Setelah di investigasi, berakhir dengan dihukumnya tujuh orang anggota Kopassus di pengadilan militer, hilangnya Aristoteles Masoka yang mestinya bisa menjadi saksi kunci dalam pengadilan pembunuhan Theys tersebut belum pernah diselidiki. Aneh nya, lagi pembunuh Thyis Hiyo akhirnya mendapat jabatan yang dan kenaikan pangkat.
- Pembunuhan ketua Umum KNPB pusat Mako Tabuni.Pada tanggal 14 Juni 2012, saat sedang membeli sirih pinang di kawasan Waena dekat Jayapura, Mako Tabuni tertembak mati oleh polisi.
- Pembunuhan Arnold Ap (1 Juli 1945 - 26 April 1984) .Arnold adalah pemimpin kelompok Mambesak dan Kurator dari Museum Universitas Cenderawasih.Pada November 1983 dia ditangkap oleh militer Indonesia pasukan khusus (Kophasanda) yang sekarang berganti nama menjadi Kopassus dan dipenjarakan dan disiksa untuk tersangka simpati dengan Gerakan Papua Merdeka. Pada bulan April 1984 ia dibunuh dengan tembakan ke punggungnya. Pernyataan ‘gombal’ resmi dari Pemerintah kanibal Indonesia menyatakan bahwa ia sedang berusaha melarikan diri. Tetapi ternyata Arnold Clemens Ap dieksekusi oleh Kopassus. Bersama Eddie MoFu, yang juga juga tewas.
- Pada Rabu 16 Desember 2009 dini hari menjelang pukul 03.00 Panglima TPN/OPM Kodap III Nemangkawi (Mimika) Jend Kelly Kwalik (KK) mungkin sedang tidur pulas. Ia berada di sebuah rumah dikawasan yang disebut Gorong-gorong di pinggiran Timika. Kehadirannya rupanya sudah tercium oleh polisi. Tim gabungan dari Densus 88 dan Satgas Amole menyerbu rumah tersebut dan menembak tewas KK yang sudah dicari-cari oleh aparat sejak puluhan tahun lalu.
- Pada tangal 25 Agustus, Seluruh Aggota KNPB sorong melakukan upaya pencarian terhadap Martinus Yohame ketua KNPB sorong yang hilang usai mengelar jumpa pers satu hari sebelum presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono (SBY) tiba di Papua.Pada Selasa pagi (26/8) sekitar 07.00 WIT. ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Martinus Yohame ditemukan oleh seorang nelayan dalam keadaan tidak bernyawa . Jasadnya ditemukan sedang mengapung di pesisir Pulau Nana, tidak jauh dari Kawasan Pulau Dom Distrik Sorong Kepulauan Kota Sorong . Saat ditemukan, jasad Martinus dalam keadaan terikat erat di dalam karung.
Dengan melihat jumlah korban ini Anda berhak memilih. Apakah anda akan
tetap menjadi binatang peliharaan yang kapan saja siap di bunuh jika
tuannya kehendaki. Anda akan tetap melawan meski dibunuh. Atau anda tetap
menjadi binatang peliharaan yang baik,yang hanya makan makanan sisa dari
tuannya tetapi juga siap di bunuh jika waktunya tiba.
Sebagai
manusia yang terlahir di Negara demokrasi menjadi manusia demokratis
anda berhak memilih.Mau bertindak bagaimana serta mengikuti jejak
siapa,namun pada dasarnya Memilih atau pun dipilih sama-sama akan
disebut terpilih.
Baca Juga:
Baca Juga:
Berdasarkan pola dan arah perjuangan Papua untuk
merdeka, Orang Papua dapat dikelompokkan menjadi emapat (4) kelompok
besar sesuai dengan cara memandang dan memaknai proses perjuangan itu
sendiri yakni, mereka (orang Papua) yang pro, kontra, netral, dan kurangnya pemaham
tentang perjuangan kemerdekaan Papua.
- Mereka (Orang Papua) yang Pro kemerdekaan Papua Barat
"Mereka yang memandang dan memaknai proses perjuangan Papua dengan pola berpikir Induktif"
Dalam memperjuangkan kemerdekaan Papua. Orang Papua yang terlibat aktif
dalam pergerakan perjuangan kemerdeka Papua dengan pola berpikir
induktif pada dasarnya mereka yang memandang persiapan internal sangat
dibutukan untuk menunjang berdirinya sebuah Negara. Orang Papua yang
berjuang dengan pola berpikir ini telah ada sejak awal mulah persoalan
Papua mengalami konflik. Dimana pandangan ini telah di alami oleh
tokoh-tokoh Intelek Papua pada tahun 1960–an. Mereka (Para intelek
papua-1960) merasa Sumber Daya Manusia (SDM) belum memadai untuk
menunjang berdirinya sebuah Negara, maka pada tanggal 1 Desember 1961 setelah mendeklarasikan kemerdekaan Papua Barat. Belanda menekan
mereka untuk segera memploklamasikan kemerdekaan Papua Barat. Namun, karena mereka merasa kurangnya persiapan internal. Mereka meminta waktu
10 Tahun untuk menyiapkan persiakan internal yang memadai. Proklamasi
kemerdekaan Papua Barat baru dilakukan pada tahun 1 Juli
1971. Proklamasi ini dilakukan setelah Papua di anekasi oleh Indonesia
pada tahun1969. Sehingga proklamasi itu dianggap illegal dan tidak valid oleh Indonesia.
Pola berpikir ini, belum berlalu sampai disitu dan masih berlanjut membawa persoalan Papua maju hingga saat ini. Bukan tidak mungkin
sampai saat ini sejarah sebagai saksi mata telah memberitahu kita
bahwa Negara yang berumur 19 hari itu pernah lahir di Papua dan berhasil
dibubarkan, karena orang Papua merasa belum siap untuk mendirikan sebuah
negara. Pertanyaan yang belum di jawab sampai saat ini adalah apakah
anda akan tetap merasa Sumber Daya Manusia (SDM) belum cukup. Apa anda
akan tetap terprovokasi dengan kata-kata’Papua masih tertinggal,bodok,
terbelakang” yang sengaja diciptakan penjajah yang mana secara
psikologi menjatukan mental bersaing orang Papua.
Saat ini ada
orang asli Papua yang memandang Perjuangan Kemerdekaan Papua
dengan pola berpikir seperti ini. Mereka yang berpikir seperti itu
mengutamakan kesejahtraan, pemerataan, pengadaan prasarana dan sarana, serta
kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat memadai untuk menunjang
berdirinya sebuah Negara. Dengan adanya persiapan-persiapan itu terlebih
dulu mereka percaya bahwa ketika Negara didirikan semua yang telah dipersiapkan sebelumnya tinggal mengisi, mengatur, dan menjalankan negara itu sesuai dengan tujuan dan harapan yang di cita-citakan. Sehingga tidak ada lagi persiapan internal yang ekstra. Tetapi hanya penerapan, penempatan, pengembangan, pemanfaatan, sembari menikmati hasil.
Pada konteks perjuangan di lapangan mereka yang berjuang dengan pola
pikir ini kadang tidak menonjolkan perjuangan kemerdekaan itu secara
nyata dan terbuka. Mereka lebih menutut perjuangan itu dengan mengangkat
isu-isu kesenjangan yang terjadi pada kesejahteraan, dan pemerataan. Apa
bilah dilihat dari proses perjuangan kemerdekaan Papua yang memakan
berpuluhan tahun. Kelompok dengan pola perjuangan ini kadang kontra
dengan mereka yang berjuang dengan pola pikir deduktif.
Secara
sederhana mereka yang berpikir induktif dapat di gambarkan dengan analogi sebagai berikut:
Menyiapkan segalah pasilitas untuk menunjang rumah tangga, usia yang sesuai, menikah, dan menjalani kehidupan bersama seraya menggunakan fasilitas
rumah tangga yang telah di persiapkan sebelumnya. Mereka ini juga
indentik dengan frasa”yang kami perlukan.
"Mereka yang memandang dan memaknai proses perjuangan Papua dengan pola berpikir Deduktif"
Mereka yang berjuang dengan pola pikir deduktif seelalu majuh dan
berjuang secara terbuka baik dengan memanfaatkan ruang
demokrasi,gerilya, diplomasi, dan apapun dengan berpijak pada dasar kebenaran fakta
sejarah. Tidak heran kelompok ini kadang tidak perduli dengan besarnya
resiko yang harus mereka tanggung. Harta benda, keluaraga, bahkan nyawa
mereka jadi taruhannya.
Kelompok dengan pola pikir ini mereka
berpadangan semua persiapan internal yang menunjang berdirinya sebuah
Negara telah di siapakan sejak puluhan tahun dijajah Indonesia dan tinggal di terapkan dikembangkan, dimanfaatkan, dan dinikmati. Meka tidak membutukan kompromi tetapi yang
mereka butukan dengan metode dan teknik apapun "Papua harus Merdeka" (baik secara ekonomi maupun politik).
Bagi
mereka pola pikir induktif seperti yang telah dijelaskan diatas
hanyalah masalah internal yang nantinya mudah untuk diatasi, yang
terpenting adalah bagaimana Papua terlepas sepenuhnya dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mereka juga mual dan bosan dengan penjajahan dan penindasan yang terus meminta nyawa orang Papua sejak tahun
1961 sampai dengan saat ini.
Papua bukan masalah kesejahteraan
dan pemerataan tetapi masalah pengakuan ideologi orang Papua yang
dirampas dengan penuh manipulasi dan penindasan. Mereka yakin Papua
sudah dan telah merdeka, mereka hanya membutukan pengakuan sebagai mana
bangsa-bangsa lain di dunia ini yang telah berdaulat. Secara sederhana
mereka yang berpikir deduktif dapat di gambarkan dengan analogi sebagai berikut;
Usia yang sesuai (sudah terpenuhi -55 tahun), menika, dan menjalani kehidupan bersama-sama, seraya menyiapkan segalah fasilitas bersama-sama untuk menunjang rumah tangga. Kelompok
dengan pola berpikir deduktif ini dalam memperjuangkan kemerdekaan
Papua indentik dengan frasa”yang kami butukan”
- Kelompok Orang Papua yang KONTRA dengan perjuangan kemerdekaan Papua
"Orang Papua yang benar-benar menolak (Kontra ) untuk Papua
terlepas (Merdeka) dari bingkai Negara Kesatuan Indonesia (NKRI)"
Dalam
sebuah perjuangan untuk menggapai kemerdekaan selalu tidak terlepas dari dua
kata” RRO & KONTRA”.Kalau ada yang pro dengan kemerdekaan. Pasti
ada yang kontra dengan perjuangan kemerdekaan. Hal seperti ini
pernah dan akan terjadi di berbagai Negara di belahan dunia manapun yang
ingin merdeka.Ungkapan ketidak sukaan itu kadang terlontar baik di
depan publik maupun juga secara tertutup dan rahasia.
Seperti
yang dijelaskan diatasa PRO & KONTRA dalam perjuangan kemerdekaan
itu selalu ada dalam setiap tindakan dan kebijakan,maka jika kita
mempelajari sejarah perjuangan kemerdekaan di berbagai belahan
dunia. Dalam berjuang untuk merebut kemerdekaan dari penjajah salalu
tidak terlepas dari kedua kata tersebut. Pasti selalu ada yudas-yudas
yang menjual dan memanfaatkan saudara seperjuangan dan bangsanya
sendiri untuk kepentingan pribadinya. Dengan demikian di Papua pun
tidak pernah luput dari kelompok Orang Aasli Papua (OAP ) dengan pola
berpikir ini.
Mereka ini pun pasang badan apapun alasannya dan bagaimana pun resikonya. Papua harus tetap berada dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI).
Mereka (OAP PRO NKRI) ini selalu
melihat persolan Papua dengan pola pikir ini juga mempunyai
alasan dan argument tertentu untuk mematakan setiap argumen yang di
lontarkar oleh mereka yang pro kemerdekaan. Selain itu pola pikir ini
muncul karena merasa nyaman terjamin (tidak merasa dijajah) dengan
segalah kemewahan dan kemegahan yang mereka miliki. Orang Papua dengan pola
pikir ini tidak jarang masalah pribadi mereka di bawa ke dalam perjuangan
merekaan dan berdampak pada perjuangan kemerdekaan Papua. Hal
utama yang memicu pola pikir ini, seperti yang di jelaskan di atas "mereka tidak merasa di jajah
tetapi sebaliknya dijamin"
Pola pikir ini pulah yang membuat mereka tidak mau
segalah kemewahan, kemegahan dan kebahagiaan mereka diruntuhkan
dengan perjuangan kemerdekaan Papua. Mereka juga tidak peduli dengan
kebenaran masalalu yang mendasar. Bagi mereka masa lalu sudah berlalu, nikmati hari ini, selain itu juga mereka tidak peduli dengan keinginan
mayoritas meskipun dasar-dasar kebenaran perjuangannya dapat di pahami dengan jelas.
Secara garis besar Orang Papua yang kontra dengan
perjuangan Papua dapat di bagi lagi menjadi dua golongan. Kontra
secara nyata dan jelas–jelasan menolak kemerdekaaan Papua seperti yang di jelaskan diatas dan mereka yang memanfaatkan ideologi kemerdekaan Papua untuk kepntingan individu dan kelompok tertentu. Mereka yang menolak secara nyata selalu identik dengan kalimat "Papua juga Indonesia"Sedangkan yang
secara tersembunyi memanfaatkan ideologi Papua mereka identik dengan frasa”yang penting saya/kami"
"Memanfaatkan isu ideologi Papua merdeka demi kepentingan diri sendiri/kelompok"
Kelompok Orang Asli Papua (OAP) dengan pola pikir ini sama dengan
kelompok kontra di atas, tetapi perbedaannya terletak pada “pemenfaatan
Isu”.Orang Papua dengan kerang berpikir ini sama halnya dengan
serigala berbulu domba. Mereka hadir sebagai domba di tengah-tengah
perjuangan kemerdekaan orang Papua, tetapi mereka akan menjadi serigala
ketika keluar dari kawanan domba itu untuk menjual domba-domba itu
kepada kawanan serigala yang lebih banyak. Ideologi orang Papua sering di
maanfaatkan untuk menekan kekuatan negara Indonesia yang juga berkepentinggan di
Papua demi kepentingan pribadi/kelompok tertentu. Kelompok orang Papua dengan pola
pikir ini idetik dengan kalimat” Kalau tidak, papua Merdeka!
Terlepas dari sikap mereka yang Pro NKRI maka kita sebagai OAP yang pro kemerdekaan Papua harus menghargai pilihan mereka karena itulah makna dari demokrasi yang sesungguhnya.
- Kelompok Orang Papua yang NETRAL dalam memandang Proses Perjuangan Kemerdekaan PAPUA
Kelompok orang Papua dengan pola pikir ini memandang setiap persolan
Papua dengan netral.Hal utama yang memicu terjadi polah pikir ini
karena mereka merasa Papua tidak dalam kondisi darurat dan juga sifat
ketergantungan (Kepentingan) individu atau kelompok dengan pemerintah
Indonesia membuat mereka selalu berpikir netral.
Selain itu
mereka memiliki keterikatan yang secara tidak langsung menyatukan
mereka dengan pemerintah Indonesaia. Pada dasarnya adalah ketergantungan
orang Papua terhadap pemerintah Indonesia. Ketergantungan ini yang
membuat mereka memandangan perjuang Papua secara Netral. Mereka juga
selalu bertindak acu tak acuh dalam memandang arah perjuangan Papua. Kriteria Orang Papua dengan tipe ini kadang juga mereka berperilaku “
tahu tapi berpura-pura tidak tahu".
Mereka juga memiliki
hubungan individu yang secara
tidak langsung mengikat mereka dengan berbagai ikatan dan hubungan yang tak bisa dipisakan, baik didasarkan pada kepentingan dan ketergantungan individu mapun kelompok dengan pihak pemerintah Indonesia.
Selain dari pada itu, mereka juga kadang beranggapan yang
terpenting adalah saya jadi manusia (kebutuhan terpenuhi) dan selama itu
pulah saya aman. Dengan demikian jika Papua harus berpisah yah oke..oke
saja, tidak juga oke…oke saja. Mereka tidak pernah melibatkan diri dalam
proses perjuangan Papua, mereka hanya menjalani dan menikmati hidup
sesuai dengan keadaan dan kepentingan mereka, meskipun pada hakikatnya
mereka orang asli Papua yang paham dengan dinamika perkembangan
ideologi Papua Merdeka.
Orang Papua dengan polah pikir ini hanya mengikuti keadaan dimana ada waktunya mereka akan menyangkal perjuangan Papua merdeka dan juga ada waktu dimana mereka akan menyangkal Pemerintah Indonesia. Di posisi ini pola berpikir "netral"membuat mereka menjadi pribadi-pribadi yang tidak stabil. Mereka yang berangkat dengan pola pikir ini identik dengan frasa"Semuanya oke-oke saja
- Belum ada pemahaman tentang perjuangan kemerdekaan Papua
Kelompok orang Papua dengan pola pikir ini belum memahami secara
benar dasar perjuangan, tujuan perjuangan, arah penjuangan, harapan
perjuangan, fungsi, dan manfaat perjuangan. Mereka kadang tidak terlalu
pusing dengan perjuangan Papua merdeka. Sebab mencari kebutuhan
sehari-hari untuk menghidupi keluarga saja belum bisa
tercukupi (Keterbatasan ekonomi). Ada juga yang mengalami hal serupa karena terlalu disibukan dengan kegiatan pribadi yang menjadi profesinya, sehingga tidak pernah meluangkan waktu untuk memahami perjungan kemerdekaan Papua.
Dengan kurangnya pemehaman itu mereka juga mudah terprovokasi
dengan suasana dan ancaman yang diciptakan oleh Indonesia. Sehingga
kadang membuat mereka bosan, tidak percaya diri dan juga kadang dimanfaatkan sebagai ladang adu domaba oleh Indonesia dengan berbagai
macam tawaran serta kesenangan.
Secara sederhana mereka (orang Papua)
juga memahami hal-hal yang mendasar dalam perjuangan kemerdekaan
Papua. Namun karena pemahaman yang dangkal, keterbatasan pemahaman mereka
diberbagai bidang yang menjadi vital dalam menunjang kebutuhan, serta kesibukan mereka dengan profesi masing-masing membuat
mereka tidak terlalu menghiraukan perjuangan kemerdekaan Papua. Selain itu beberapa hal itu, ada juga yang
membuat mereka tidak berani menyuarakan kemerdekaan secara nyata dan
terbuka karena segalah bentuk pembunuhan, pembantaian, dan pemerkosaan
yang di lakukan Indonesia membuat mereka trauma. Karena semua tidakan
itu terjadi dihadapan mereka sendiri dan satu dari sekian banyak korban
tersebut adalah anak cucu serta keluarga mereka sendiri. Mereka tidak ingin mengetahui dan memperjari ideologi ini karena trauma dan takut di bunuh Indonesia.
Baca: Menggali Persoalan Mendasar Keberadaan Indonesia di Papua Bermasalah
Baca: Menggali Persoalan Mendasar Keberadaan Indonesia di Papua Bermasalah
Kesimpulan
Persoalan Papua masih pada porsi sebab akibat dan akibat sebab. Dalam
hal ini kedua pihak tidak saling mengala dan masing-masing mengklaim
diri mereka yang paling benar. Hal itu terjadi baik dari pihak Indonesia
maupun Papua dan selama semua itu bertahan, maka selama itu pulah
persoalan Papua akan berlangsung. Untuk mengakiri persoalan itu
membutukan perjuangan dan perjuangan membutukan pengorbanan dan hanya
dengan perngorbanan akan melahirkan hasil yang dapat menyelesaikan persolan tersebut.
Dengan demikian Anda
sebagai Generasi mudah Papua yang memiliki peran penting dalam proses
perkembangan dan perubahan Papua kedepan. Anda bisa bertanya terhadap
diri sendiri. Sejauh ini Anda berada pada kelompok mana dan seberapa
jauh Anda berkorban untuk tanah Papua. Sedangkan dipihak pemerintah Indonesia yang juga menganut paham demokrasi dan umur negara yang mendekati satu abad bisa bertindak seadil-adilnya dalam memecakan
setiap persoalan di tanah Papua dengan berpihak pada nilai-nilai
kebenaran.
Namun karena dibalik setiap program pemerintah Indonesia
yang diterapkan pada orang Papua, sebaik apapun hasil dari program
tersebut selalu dibalut dengan unsur kepentingan sepihak dan dikerjakan hanya untuk menyembunyikan kesalahan di masa lalu, maka semua itu diatur agar kebenaran tidak lagi berpihak pada kebenaran. Hal ini terlihat dari tindakan Indonesia yang tidak bersedia untuk berdialog dan menyelenggarakan referendum di Papua serta menyembunyikan kesalahan-kesalahannya di masa lalu. Selain itu juga tuntutan kemerdekaan Papua selalu di alikan ke masalah kesejahteraan dan tindakan kriminal.
Perlu juga
di ketahui dalam tulisan ini disebutkan secara umum yakni,yang disebut dengan”
Orang Papua” adalah mereka pendatang sekali pun (Non Papua)
jika mereka benar-benar berjuang dan berpihak pada orang Papua, maka
mereka akan disebut orang Papua begitu pun juga sebaliknya. Karena
sebuah perjuangan kemerdekaan, bukan hanya terletak dan terbatas pada kesamaan,
agama, ras, budaya, dan warna kulit, tetapi terletak pada sejau mana
seseorang berpihak dan bertindak dalam sebuah proses perjuangan baik dipihak penjajah maupun terjajah dan hanya dengan kesungguhan
tersebutlah orang itu dapat digolongkan kedalam sebua kategori
perjuangan yang sunggu-sunggu berjuang demi mencapai tujuan yang diperjuangkan.
Comments
Post a Comment