Selama ini anda dan saya telah mengetahui. Tuntutan pengakuan kemerdekaan Papua terhadap negara ini terus bergejolak.
Banyak orang non Papua di negeri ini menganggap tuntutan tersebut tidak berdasar. Dalam artian, tuntutan tersebut tidak di dasarkan atas dukungan dari para tokoh besar negara ini serta undang-undangnya.
Dalam artikel ini saya akan menunjukan hal-hal yang telah diketahui para petinggi negara ini, namun beberapa dari mereka berlaku tak acuh dengan persolan itu.
Pada kenyataannya, tuntutan pengakuan kemerdekaan Papua kepada negara ini di dukung dalam UUD. Bukan hanya itu, beberapa tokoh di negara ini turut medukungnya.
Berangkat dari penjelasan di atas dihaimoma.com merangkum fakta- fakta yang menunjukan tuntutan pengakuan kemerdekaan Papua didukung negara ini. Dukungan tersebut dibagi kedalam tiga bagian.
- Dukungan dan pengakuan dari para tokoh besar di negara ini.
- Dukungan dan pengakuan dalam UUD Indonesia.
- Dukungan tidak langsung yang terungkap melalui tindakan para pememimpin negara ini. Hal ini tercermin dalam ungkapan mereka yang secara tidak langsung menganggap rakyat Papua bukan bagian dari nagara ini.
1. Dukungan kemerdekaan Papua dalam UUD
Bagi siapapun yang pernah bersekolah di negeri ini, suda pasti mengetahui. Undang-undang yang biasanya dibacakan saat berupacara di sekolah.
Jika kita perhatikan dengan saksama. Kutipan pembukaan UUD tersebut menunjukan, Tuhan memberi inspirasi kepada para perumus teks UUD tersebut untuk menuangkan rangkaian paragraf tersebut dalam UUD karena Ia mengetahui akan ada bangsa lain yang berjuang untuk merdeka setelah kemerdekaan Indonesia. Terlebih khusus Papua."Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
Dengan demikian jelas bahwa Papua memiliki hak prerogatif untuk merdeka di atas tanahnya sendiri.
Pada dasarnya negara ini menganut paham demokrasi dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Kekuasaan ada di tanggan Rakyat. Sesuai dengan demokrasi yang dianut. Seharusnya, Indonesia mendengarkan sekurang-kurangnya tiga poin tuntutan rakyat Papua.
- Berdialog. Dialog yang di ajukan Jaringan Damai Papua(JPD) maupun yang di ajukan PM Solomon Island sebagai ketua MSG untuk menggelar dialog antara pemerintah pusat dan United Liberation for West Papua (ULMWP) yang siap difasilitasi MSG.
Pelaksanaan dialog tersebut bukan sesuatu yang tabuh di negara berpaham demokrasi seperti ini. Keterbukaan dan kebersedian negara untuk berdialog dengan orang Papua juga turut menunjukan kedewasaan Negara ini, tapi toh ternyata jauh dari kata dewasa.
- Menyelenggarakan referendum bagi bangsa Papua. Referendum merupakan metode yang dianggap paling efektif dan di akui PBB dalam menegakkan demokrasi itu sendiri. Hal ini bertujuan untuk mengakhiri perbedaan pandangan yang terjadi selama 56 tahun, antara negara ini dan rakyat Papua
Poin-poin di atas tidak pernah dilakukan oleh negara ini. Padahal dengan jelas Undang-Undang Dasar dan paham negara ini mendukung akan tuntutan rakyat Papua secara nyata dan tegas. Hasilnya, para petinggi negara ini melanggar kontitusinya sendiri.
Persoalan ini bukan hal baru di Indonesia. Banyak petinggi di negara ini beranggapan. Kedaulatan lebih tingggi dari pada hak asasi manusia dan konstitusi negaranya sendiri. Sehingga jangan heran korban pelanggaran Ham berat selalu saja berjatuhan di negeri ini. Terlebih khusus di Papua.
- Dukungan Indonesia terhadap Palestina dapat dipertanyakan alasan mendasar dari dukungan tersebut.
Pertama sudah pasti Indonesia mendukung Palestina dengan alasan, negara itu merupakan negara yang pertama kali mendukung kemerdekaan Indonesia.
- Kedua dukungan tersebut dengan alasan, negara itu merupakan negara muslim.
- Ketiga dukungan Indonesia sudah pasti berlandaskan pada UUD Indonesia yang menegaskan kemerdekaan ialah hak segala bangsa maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.
- Keempat dukunngan tersebut lahir dari kebencian negara ini, terhadap zionisme Israel.
Menurut hemat saya, poin keempat ini masuk akal. Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina , karena kebencian negara ini terhadap zionisme Israel (Yahudi). Pasalnya, jika dukuangan itu di dasrkan pada tiga point lainnya, maka pertanyaanya bagaimana dengan Papua?
Indonesia juga bisa melakukan hal itu terhadap orang Papua. Artinya tuntutan kemerdekaan Papua didukung UUD dan beberapa tokoh besar di negara ini. Selain itu demokrasi yang di anut dan pelanggaran Ham yang dibuat negara ini terhadap rakyat Papua hampir setara dengan perlakuan Israel terhadap Palestina.
Pada dasarnya apa bila ketiga alasan tersebut menjadi hal mendasar untuk Indonesia mendukung Palestina, maka Indonesia juga tidak berhak menghalagi diplomasi ULMWP di wilayah pasifik yang juga mayoritas kristen dan satu rumpun Melanesia.
Apa lagi menghalangi dukungan negara-negara Pasifik seperti Vanuatu, Solomon Islanda dll, terhadap perjungan kemerekaan Papua. Sangat tidak berdasar, karena saat ini negara-negara itu sedang berada diposisi Indonesia saat mendukung Palestina untuk merdeka.
Apa lagi menghalangi dukungan negara-negara Pasifik seperti Vanuatu, Solomon Islanda dll, terhadap perjungan kemerekaan Papua. Sangat tidak berdasar, karena saat ini negara-negara itu sedang berada diposisi Indonesia saat mendukung Palestina untuk merdeka.
2. Dukungan dari para tokoh besar di negara ini
- Pertama pengakuan kedua tokoh Proklamator Negara ini.
Pendiri negara ini dulu
di depan Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 15
Agustus 1945 mengatakan bahwa
“Yang disebut Indonesia adalah pulau-pulau
Sunda Besar (Jawa, Sumatra, Borneo, dan Celebes), Pulau-pulau Sunda
Kecil yaitu Bali, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) , Nusa Tenggara
Timur (NTT), serta Maluku"
Denga demikian kita ketahui bahwa, Papua tidak pernah disebutka dalam daftar derah yang masuk kedalam negara yang bernama Indonesia.
Selain kutipan di atas. Dalam pertemuan yang berlangsung di Saigon 12 Agustus 1945. Pertemuan itu diwakili oleh Ir. Soekarno, Drs. Mochamad Hatta, dan Dr. K.R.T. Radjiman Widyaningrat.
Jenderal Hasaichi Taraci menyatakan, bahwa ia akan menyerahkan kedaulatan Hindia Belanda. Pada saat yang sama juga Ia mengajukan pertanyaan. Bagaimana dengan status tanah dan masyarakat Papua?
Hatta menegaskan bahwa Bangsa Papua adalah Ras Negroid, Bangsa Melanesia; maka biarlah Bangsa Papua menentukan nasib dan masa depannya sendiri. Sementara, menurut Ir. Soekarno, bangsa Papua masih primitif, sehingga tidak perlu dikaitkan dengan Kemerdekaan Bangsa Indonesia. (MK)
Bukti lain yang dapat kita ketahui adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak memberikan pendapat dalam sidang kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 10 Juli 1945 mengenai batas-batas wilayah Indonesia yang akan segera memperoleh kemerdekaan.
- Kedua pengakuan Presiden Ke-4 Indonesia. Abdurrahman Wahid
Presiden keempat Indonesia ini terbilag unik. Keunikannya, karena ia sosok pemimpin humoris dan penampilanya yang santai dan tenang. Cara berhumornya di kenal hingga kemanca negara.
Pada masa kepemimpinannya, menteri luar negeri Amerika Serikat
Henry Kissinge datang menemui Gusdur untuk membahas masalah perpanjangan kontrak PT.Freeport Indonesia. Saat proses negosiasi berlangsung. Henry Kissinge
menekankan agar Gusdur menghormati proses kontrak yang telah dilakukan
pemerintahan Soeharto.
"Jika Pemerintah Indonesia tidak menghormati kontrak karya yang dibuat pada era Presiden Soeharto, maka tak akan ada investor yang mau datang ke Indonesia," kata Henry Kissinger waktu itu
Tapi ancaman mantan Menlu AS ini tidak digubris oleh Gus Dur. Ia tetap meminta instansi terkait untuk mengevaluasi kembali kontrak kerja PT Freeport, dengan satu pesan: "Jangan Gadaikan Masa Depan Papua ! (muslimoderat.com)
Dalam kaitannya dengan tuntutan kemerdekaan Papua. Ia (Gusdur) banyak membuat kebijakan yang terbilang unik. Tidak jarang keputusannya membuat bebera orang di negeri ini kebakaran jenggot.
Pada 1 Januari 2000 Gus Dur mengembalikan nama Papua sekaligus
menyetujui bendera Bintang Kejora dikibarkan. Bagi orang Papua perubahan
dari Irian ke Papua tentu bukan sekadar perubahan nama. Orang Papua merasa sangat di hargai berada di bawa kepemimpinannya.
Pada saat proses pengibaran itu berlangsung di Papua. Ada satu kisa yang terjadi antara Presiden Gusdur dan Wiranto yang saat itu menjabat sebagai Menkopolkam. Kisa ini disaksikan langsung mantan Menteri Kelautan Freedy Numberi. Selanjutnya, ia bercerita kepada Mubarok. Saat menghadiri acara 1000 hari meninggalnya Gus Dur. Mubarok bercerita bagaimana Gus Dur mendamprat Wiranto gara-gara bendera OPM tersebut.
Saat itu Wiranto masih menjabat Menko Polkam dan melapor ke Pak Presiden Gus Dur terkait pengibaran bendera OPM, Bintang Kejora.
"Bapak Presiden, kami laporkan di Papua ada pengibaran bendera Bintang Kejora," ujar Mubarok menirukan Wiranto saat melapor.
Mendengar laporan tersebut, kemudian GusDur bertanya, "Apa masih ada bendera Merah Putihnya?" tanya Gus Dur .
"Ada hanya satu, tinggi," ujar Wiranto sigap.
Mendengar jawaban itu, Gus Dur kemudian menjawab, "Ya sudah, anggap saja Bintang Kejora itu umbul-umbul," ujar Gus Dur santai.
"Tapi Bapak Presiden, ini sangat berbahaya," sergah Wiranto .
Gus Dur pun marah dan segera mendamprat Wiranto , "Pikiran Bapak yang harus berubah, apa susahnya menganggap Bintang Kejora sebagai umbul-umbul! Sepak bola saja banyak benderanya!" ucap Gus Dur. (Mereka.com)
Setelah dilengerkan. Gusur di tanya alasan pemberian izin untuk mengibarkan bintang kejora kepada rakyat Papua. Gusdur pun dengan santai kembali menjawab.
"Bintang kejora bendera kultural. Kalau kita anggap sebagai bendera politik, salah kita sendiri," kata Gus Dur kepada wartawan di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat (6/7). (Merdeka.com)
Sejak beliau dilengserkan, penanganan setiap persolan Papua berubah sembilan puluh derajat. Sejak digantikan Megawati, Papua benar-benar dibungkam. Baik kebebasan berekspresi, berkumpul, bahkan wartawan sekalipun dilarang masuk ke Papua. Bukan hanya itu, nyawa pemimpin karismatik rakyat Papua Theys Hiyo Eluay pun harus dirampas negara ini.
Negara ini panik, seakan sedang menghadapi pertempuran besar. Kepanikan itu masih berlangsung hingga saat ini.
Jika dicermati perkataan beliau dari dua kutipan di atas. Terkandung makna filosofis yang sangat mendalam. Satu hal yang seharusnya negara ini belajar dari Gusdur. "Bukan tidak mungkin, beberapa tahun lagi sikab dan cara pandang negara ini terhadap orang Papua yang akan melepaskan Papua dari negara ini"
- Ketiga pengakuan Tokoh Muslim Liberal
Tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar yang pernah menjabat sebagai Ketua Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Partai Demokrat ini. Pada tahun 2012 Melalui akun twitternya pernah menyatakan:
“Apakah kita masih harus mempertahankan Papua? Bagaimana kalau dilepaskan saja? Rumit!”
“Saya dulu jg berpikir, Papua harus dipertahankan dg harga apapun. Tp saya merasa pikiran saya itu kok naif,” sambung Ulil.
Mengapa Papua sebaiknya dimerdekakan, Ulil beralasan: “Biaya mempertahankan Papua mahal sekali. Sudah begitu, apapun yg diperbuat pemerintah pusat, akan dianggap salah terus. Capek!” (Forum Kompas)
3. Para petinggi negara ini yang menyangkal secara nyata dan mengatakan rakyat Papua bukan bagian dari negara ini
Keberhasilan Indonesia menginvasi Irian Barat tidak terlepas dari seorang Letjen Ali Murtopo. Pria yang pernah juga menjabat sebagai menteri penerangan periode 1978-983 ini mengawasi peserta PEPERA yang dipilih secara langsung oleh negara ini.
Berikut ini merupakan ucapan Ali Murtopo kepada para peserta Dewan Musyawarah PEPERA (DMP) pada tahun 1969.
Jakarta sama sekali tidak tertarik dengan orang Papua tetapi Jakarta hanya tertarik dengan Wilayah Irian Barat. Jika inginkan Kemerdekaan, maka sebaiknya minta kepada Allah agar diberikan tempat di salah sebuah Pulau di Samudera Pasifik, atau menyurati orang-orang Amerika untuk mencarikan tempat di bulan’’ (Ali Murtopo, Komandan OPSUS)
Luhut Binsar Panjaitan yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia. Menanggapi isu kemunculan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Wamena. Ia melontarkan kata yang esensinya serupa dengan yang pernah di ucapkan Ali Murtopo.
Ya pergi saja mereka ke MSG sana, jangan tinggal di Indonesia lagi
Pernyataan seperti ini sangat tidak pantas dikeluarkan seorang menteri. Apa lagi rakyat Papua sejak di invasi sampai saat ini telah menangung banyak penderitaan dari kerakusan negara ini. Sayangnya, ungkapan seperti ini merupakan motivasi perlawanan bagi rakyat Papua.
Poin utama dari isi artikel ini adalah anda harus mengetahui tuntutan rakyat Papua untuk merdeka bukan hanya keinginan Orang Papua. UUD di negera ini dan para petingginya pun turut mendukung tuntutan tersebut.
Persoalannya, beberapa orang di negeri ini buta akan hal-hal terebut sehigga mereka menganggap tuntutan tersebut hanya keinginan rakyat Papua. Dengan anggapan tersebut, selanjutnya melabeli orang Papua dengan OPM, separatis, TPN dan lain sebagainya.
Perjuangan rakyat Papua untuk merdeka memiliki dasar yang dapat dipertangungjawabkan. Dasar yang kuat bukan hanya dari sudut pandang orang Papua (sejarah), tetapi juga dari para petinggi negara ini dan UUD-nya.
Negara ini harus tahu. Saat ini rakyat Papua sedang berada diposisi Indonesia yang juga pernah berjuang untuk merdeka dari penjahaan Belanda. Dengan demikian pelabelan yang lahir dari negara ini untuk orang Papua, juga merupakan regenerasi dari pelabelan Belanda terhadap orang Indonesia. Bagaimana tidak. Jika, hukum di negara ini pun diadopsi dari negara kincir angin ?
Setelah Anda membaca Artikel Ini. Apa tanggapan Anda?
Comments
Post a Comment