-->

Apakah Anda Tahu, 5 Pernyataan Indonesia terkait Papua yang Tidak Sesuai Realitas

1 comment



Dalam menangani tuntutan rakyat Papua untuk berdaulat di atas tanah Papua membuat Indonesia menggunakan berbagai pendekatan. Mulai dari pendekatan otonomi, UP4B, dan terakhir pendekatan budaya yang belum lama ini digagas dan pendekatan pengamana dan pembungkaman Papua  dari keterbukaan informasi.

Dari era SBY-Jokowi, wartawan  dilarang masuk ke Papua baik nasional maupun internasional. Mereka yang diizinkan pun dibatasi peliputannya, jika informasi tersebut berbau aspirasi politik rakyat Papua untuk merdeka. Melihat kondisi itu, ketika anak-anak Papua membuat web untuk menginformasikan hal-hal yang terjadi di Papua dan menggunakannya sebagai tempat menyalurkan emosi yang tersimpan akibat kekerasan negara di tanah Papua pun diblokir negara. Salah satunya Suara papua.com yang belum lama ini di blokir tanpa konfirmasi terlebih dulu.

Namun sayang, pendekatan-pendekatan itu nampaknya tidak mempan. Desakan dunia internasional terus memberi nilai merah terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan Indonesia terhadap rakyat Papua.
Pada tahun 2016 Melihat kerapnya isu HAM Papua disorot dunia,  PBB Beri Indonesia 5 Rekomendasi HAM soal Papua (14/12/ 2016.Liputan6.com)
Berangkat dari persoalan-persoalan itu. Dihai akan berbagi 5 poin yang hasilnya berbanding terbalik dengan pernyataan yang Indonesia keluarkan selama ini dalam menanggapi tuntutan kemerdekaan Papua.

Pertama- Indonesia selalu memandang tuntutan Papua merdeka terus eksis  ini karena kesenjangan ekonomi, pembangunan infrastruktur yang kurang merata dan juga karena Sumber Daya Manusia (SDA) yang kurang kompoten.

"Gerakan semacam itu, kata Luhut, didasari oleh kesenjangan ekonomi yang tinggi. Dia pun menyoroti pemerintah setempat yang dianggap tidak mampu mengatur keuangan daerah untuk melakukan pembangunan dengan baik"(2/19/216.Kompas.com)
Pernyataan seperti ini dari para petinggi negara membuat kami rakyat Papua bosan mendengarnya. Kenyataannya, pernyataan tidak sesuai dengan realita.  MP. Solomon yang juga sebagai ketua MSG, Menase Sogavare menyatakan. Pelanggaran HAM di Papua dan tuntutan politik rakyat  Papua adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Tuntutan kemerdekan memicu terjadinya pelanggaran HAM besar-besaran di Papua  dari tahun 1961 sampai saat ini.

Selain itu, dengan akal sehat dapat kita bertanya. Jika memang Papua terus bergejolak karena kesenjangan di atas. Mengapa  negara tidak melakukan referendum untuk membuktikan bahwa rakyat Papua menuntut merdeka karena kesenjangan ekonomi, ataukah karena kebenaran sejarah ?

Nampaknya, negara terus bersembunyi dibalik argumen lamanya tanpa pembuktian. Hehehe aneh. Jangankan melaksanakan referendum. Dialog  Papua - Jakarta yang turut menghadirkan pihak pro dan kontra  dengan di awasi pihak ketiga yang netral. Atau menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang menewaskan 4 sisiwa SMA dan 1 warga sipil saja masih melarat.
"Wiranto Janji Tuntaskan 12 Kasus Pelanggaran HAM di Papua" (9, 22 , 16 aktual.com)
Kedua- Masalah Papua adalah masalah internal Indonesia, maka tidak ada intervensi negara lain.  Dengan cara apapun negara lain tidak boleh mengganggu kedaulatan Indonesia

Dalam kasus seperti ini,  negara lupa bahwa di atas seorang presiden pun masih ada hukum. Jika hukum itu dilanggar  maka negara harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Apalagi kasusnya berkaitan dengan Ham. Hal ini pula yang di pertanyakan PBB dalam 5 poin rekomendasi HAM tentang Ham Papua.

Indonesia membelah mati-matian kemerdekaan Palestina, menjalankan diplomasi untuk mengatasi kasus pembunuhan dan pembantaian orang Rohingya di Myanmar. Semua tindakan itu tidak lain, hanya karena beban moral yang didasarkan atas kemanusiaan atau HAM yang melekat pada pribadi manusia sebagai persona yang unik dan memiliki hak untuk hidup yang melekat pada manusia sejak dilahirkan.
Pertanyaannya, bagaimana mungkin dunia internasional diam ketika rakyat Papua terus  dibunuh dan kekerasan dimasa lalu negara masih terus ditutupi  ? Silahkan Anda jawab sendiri!
Ketiga- kebijakan politik luar negeri Indonesia berbanding terbalik denga  respon Indonesia terhadap kebijakan politik disintegrasi bangsanya terhadap negara lain.

Jika mengacu pada kasus Myanmar-Palestina dan kita analogikan dengan kasus Papua, maka kasus Papua sangat berbahaya ketimbang dua kasus HAM yang membuat Indonesia terus berdiplomasi terhadap kasus Palestina dan orang Rohingnya di Myanmar.

Mengapa demikian? Berikut analoginya.

Menurut laporan penelitian Asian Human Rights Commission (AHRC) Akibat dari operasi yang di lakukan pemerintah Indonesia di pegunungan tengah Papua  mengunakan dua helikopter milik Iroquois yang disuplai Australia antara  tahun 1977-1978 menyebabkan lebih dari 4.000 warga pribumi Papua tewas. Belakangan laporan itu tidak hanya di banta pemerintah Indonesia, tetapi juga Australia.

Selain itu, kasus-kasus HAM lain yang  terus menyabut hak hidup orang Papua dan dengan konsisten didokumentasikan oleh lembaga-lembaga  penggiat ham, seperti Kontras, Amnesti internasional dan lain sebagainya.  Misalnya, kaus Wasior (2001), Wamena (2003), kasus Biak berdarah  ( Juli 1998) dan  seperti yang kita ketahui dikalangan aktivis Papua. Menurut ketua umum KNPB Victor Yeimo, sejak Komite Nasional Papua Barat (KNPB) berdiri tahun 2008 hingga 2014, pemerintah Indonesia melalui institusi TNI/POLRI telah membunuh 29 anggotanya (10/ 9/2014.tabloidJubi.com)

Bukan hanya pelanggaran  HAM yang bersifat menghilangkan nyawa yang terjadi di Papua, tetapi juga menyangkut sosial politik dan kebebasan berekspres di Papua. Informasi  tentang  korbannya masyarakat sipil  di Papua ditutup rapat  oleh media besar di negara ini. Giliran TNI dan polri yang tewas,  media-media besar ramai- ramai mewartakan. Masyarakat sipil di Papua yang di tembak dan di pukul bagi negara  ini mereka tidak lebih dari kumpulan separatis.

Isi perut bumi Papua terus menjadi sasaran empuk  bagi Perusahaan asing. Ketika masyarakat melawan dilabeli OPM, separatis, dan lain. Ketika ada korban masyarakat sipil, media terus diam. Ketika anak-anak mudah Papua membuat web untuk menyalurkan kenyataan pahit yang mereka hadapi,  situs  pun terus diblokir dan  mereka terus diawasi.

Dari analogi  di atas, meskipun kasus  Palestina dan orang ronghiya  di Myanmar sama- sama tidak manusiawi. Ada dua perbedaan yang kita temukan dengan kasus Papua dari aspek publikasi dan respon goverment.

  • Pertama informa  kasus -kasus kekerasan dari Papua di tutup rapat oleh negara dari pengaruh dunia luar, termasuk juga dari wartawan. Sehingga tidak salah jika Pendata Socrates sofyan Yoman  dalam bukunya menulis genosida jangka panjang di Papua sedang di jalankan secara terselubung.
  • Kedua  sebelum tahun 2000, kasus Papua sama sekali ditutup rapat oleh negara, namun berkat perkembangan teknologi-informasi  dan diplomasi. Kasus- kasus itu masih bisa di kaji dan dipublikasikan secara luas yang pada ujungnya menuntut Indonesia untuk bertanggung jawab, sebagaimana dijelaskan di atas.
Menulis untuk memperkenalkan tanah Papua
All Right@ dihaimoma.com
Poin intinya,  kasus Papua sangat tertutup dan dijalankan secara terselubung dan sistematis. Korban kekerasan yang terjadi secara acak membuat Papua seakan terlihat baik-baik saja. Berbeda  dengan kedua kasus di atas, terjadi secara masal dalam ruang dan waktu yang terus diawasi awak media, sehingga mempengaruhi negara -nagara untuk merespon turut membuat informasinya cepat mendunia.

Dari langkah Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina, Indonesia bisa dikatakan lupa diri. Padahal dalam kasus Papua, Indonesia tidak berbeda jauh dengan Isralel menyikapi rakyat Palestina . Itulah kenapa, Hendra Pasuhuk menulis dalam kolom, .dw. Com. Papua lebih dekat dengan Palestina.
Dan jika secara sederhana disimpulkan, maka musuh yang tidak terlihat tetapi nyata sangat berbahaya daripada yang secara nyata terlihat dan mematikan. Dan kita tidak akan pernah mengenalnya selama kita tidak benar- benar memahami siapa kita dan siapa musuh kita, sebab terkadang musuh itu adalah diri kita sendiri.

Keempat-  Mereka berarguman kami sedang membangun Papua. Orang Papua harus menjadi pemimpin di Papua. Dana pembangunan yang di agarkan paling tinggi. Negara sedang merancang pembangunan di Papua dan lain sebagainya
 " Luhut B. Panjaitan. Saya Ingin Orang Papua Tuan di Tanahnya Sendiri"(04/06/2016.Satuharapan.com)
 Agumen seperti ini sangat berbanding terbalik. Orang Papua minta merdeka dikasih otonomi khusus UP4B dan jajaranya. Argumen seperti ini merupakan bentuk ketergantungan Indonesia terhadap Sumber Daya Alam (SDA) Papua. Hal ini sebagaimana sejarah telah bersaksi bahwa Papua  di aneksasi karena SDAnya.
Pertanyaannya, berapa lama Indonesia akan bertahan dengan argumen lamanya di erah globalisasi yang seiring dengan modernisasi yang dibackup oleh perkembangan teknologi informasi ini? Anda jawab sendiri.
Rasanya selama dosa-dosa negara di masa lalu terhadap orang Papua yang turut merampas hak hidup, hak berdaulat, hak berbangsa, dan bernegara  terus di tutupi Indonesia. Sulit bagi Indonesia untuk terus mempertahankan Papua secara manusiawi. Ya, Papua dianeksasi dengan kecurangan,  pembunuhan, dan kekerasan, maka tidak salah jika selama ini  untuk mempertahankan Papua dalam NKRI, terus meminta nayawa orang Papua.  Langkah awal menentukan proses dan hasil akhir.

Kelima - Agumen lainya adalah musuh Indonesia  di Papua adalah OPM atau yang sering disebut juga dengan separatis. Selain itu, yang menginginkan Papua merdeka hanya segelitir orang saja.
"ULMWP adalah gerakan separatis di negara yang berdaulat. Gerakan ini tidak memiliki legitimasi dan tidak mewakili rakyat Papua Barat,” kata Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Desra Percaya dalam pertemuan Tingkat Menteri Melanesian Spearhead Group (MSG) "(06/18/2016.tabloidjibu.com)
Satu hal yang harus diketahui negara ini adalah OPM merupakan semua rakyat Papua. Mayoritas rakyat Papua menuntut Papua untuk merdeka dengan loyalitas dan totalitas nasionalisme Papua merdeka sejak tahun 1961.

Malahan hanya segelintir orang  Papua yang tidak menginginkan Papua merdeka. Itupun karena ada maunnya. Jika demikian, rakyat Papua yang berjuang untuk merdeka  adalah separatis? Lalu bagaiaman dengan rakyat  Indonesia yang mendukung rakyat Papua untuk meredeka. Seperti halnya Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WEST PAPUA)  yang mendeklarasikan dukurangan mereka belum lama ini?

Keingin rakyat Papua untuk merdeka bukan merupakan ideologi yang bisa di bayar dengan rupiah. Rakyat Papua ingin merdeka sebagai bangsa yang berdaulat adalah fakta yang dipatahkan melalui Trkora 19 Desember 1961. Sebagaimana hal  sama yang digunakan Soekarno terhadap Malaysia Dwikora, tetapi gagal.

Rakyat Indonesia yang mendukung Papua untuk merdeka adalah mereka yang sadar akan dosa-dosa besar negara terhadap orang Papua. Mereka adalah orang-orang yang mampu menembusi topeng politik negara yang tampak tidak berdosa dalam meracuni mindset masyarakatnya untuk memandang Papua sebagai gudang separatis. Mereka sadar akan nasionalisme Indonsia yang terus dibangung terhadap orang Papua dengan harga nyawa.
  • Sederhanya, kebenaran itu dapat disembunyikan demi kepentingan, keselamatan, dan ketenaran diri dengan maksud dan tujuan tertentu tetapi tidak dapat disembunyikan dan dapat di buktikan. Semakin  Indoesia amnesia dengan dosa-dosanya terhadap rakyat Papua, maka selama itupulah rakyat Indonesia akan semakin memahami tindakan Indonesia dalam memperlakukan rakyat Papua dengan jargon pembangunan dan keadilan.
Dengan demikian, itulah kelima poin pernyataan Indonesia yang berbanding terbalik dengan realitas yang dapat Dihai bagikan kepada pembaca. Artikel ini merupakan tanggapan Dihai atas realitas yang kian menjadi-jadi di Papua. Apa tanggapan anda terhadap artikel ini?

Related Posts

Comments

  1. Mantap. Klo boleh tulisan ini di kirim ke AMPnews. Sebagai perwakilan dari kk Bogor. Thanks. Salam pembebasan. Salam revolusi.

    ReplyDelete

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter