-->

Ketika Cinta Rakyat Papua Berujung Pada Moncong Senjata

Post a Comment
Kapitalis

Berbicara tentang tanah Papua berarti kita bukan hanya berbicara tentang tanahnya. Kita berbicara tentang seluruh isi bumi Papua, termasuk kekayaan alamnya, manusianya, dan keberlangsungan hidup semua itu kedepan. Bagi saya pribadi persoalan yang terjadi di Papua itu sangat kompleks. Kompleks karena Indonesia tidak pernah berperilaku selayaknya manusia dalam menghadapi Rakyat Papua. Akibat ulahnya, semakin lama jumlah rakyat Papua terus berkurang. Persoalan ini bukan hanya terjadi untuk menusia Papua, tetapi isi perut bumi pun terus berkurang. Sederhananya, manusia sampai dengan kekayaan alamnya disapu bersih oleh ketamakan Indonesia.

Secara sederhana kehidupan dewasa ini dapat digambarkan sebagai berikut. Kita di Indonesia terlebih khusus Papua, masih berpikir ditaraf saya makan apa. Negara-negara seperti China, India, Singapuran, dan lainya berada ditaraf berpikir "saya makan yang mana!". Sedangkan  negara-negara seperti Amerika, Inggris, Belanda, Selandia Baru, Australia, Rusia dan lain sebagainya berada pada taraf berpikir "saya makan siapa!"

Hukum Indonesia dibuat untuk dilanggar  dan sebagai pembatas yang tegas antara petinggi dan rakyat kecil!

Selama ini Indonesia belum menyadari akar persoalan yang harus diselesaikan di Papua dan belum secara sadar mengetahui Tanah Papua itu ada pemiliknya. Selain itu, Indonesia  malu mempertangungjawabkan segalah kesalahan-kesalahannya terhadap masyarakat Papua. Jangankan bicara soal tanggungjawab, saat ini Indonesia malah menetapkan sisitem "Mata di bayar mata", yang secara langsung memakan hukumnya sendiri.
Mata dibayar mata hanya akan membuat dunia menjadi buta. Mahatma Gandi
Ketika kita menonton TV, ada beberapa hal yang akan kita temukan. Banyak petinggi negara ini akan berargumen dengan begitu gagahnya. Ini negara hukum. Indonesia negara hukum. Negara kita negara hukum dan lain sebagainya. Bagi saya seharusnya negara ini malu dan tahu diri dengan kata-katanya. Yah. Antara penerapan hukum dan teori hukum perbedaannya sangat jauh. Ibarat langit dan bumi. Hal ini bahkan di Tv kita akan mendengar kata-kata seperti hukum di Indonesia tajam kebawah dan tumpul ke atas.  Itu adalah sebuah kenyataan, meskpun usia negara ini telah mencapai setengah abad lebih.

Di Papua kami tidak mengenal ungkapan seperti setiap warga negara berhak mendapat keadilan di mata hukum. Kasus rakyat Papua berakhir diunjung moncong senjata bukan hanya terjadi untuk orang dewasa. Di Papua tidak mengenal anak sekolah dan orang dewasa. Apa lagi mengenal proses hukum yang layak. Ketidakadilan di Papua bukan hanya persoalan pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Ketidakadilan itu terjadi disemua bidang dengan terencana dan terstruktur termasuk juga dimata hukum dan hak-hak dasar yang menjadi kewajiban setiap individu.

Pada saat rakyat Papua belum bisa  move on dari kasus penembakan dua orang siswa SMK di Timika, lima  pelajar siswa SMA di  Paniai, dan satu Pelajar SMP di Dogiyai.  Pada hari sabtu tanggal 27  Agustus 2016 sekitar pukul 11.15 WIT kembali terjadi penembakan terhadap Etinus Sondegau anak SMP  (15 ) di Intan Jaya oleh oknum anggota Brimob. Kasus-kasus di atas bukan tidak diketahui petinggi negara ini bahkan dari menteri sampai dengan presiden sudah mengetahui itu dan katanya membentuk tim khusus untuk menyelesaikan kasus-kasus itu tetapi sampai saat ini, pemberian hukum bagi pelaku belum diungkap ke publik dan belum juga diselesaikan negara hukum ini.

Baca Juga: Surat Untuk Rakyat Melayu- Mari Kita Mulai Belajar Melihat Setiap Persolan Papua Secara Objektif

Sampai di sini memang benar kami di Papua tidak mengenal hukum. Indonesia yang katanya adil. Kami tidak mengenal bukan hanya kerena kami tidak merasa Papua bagian dari NKRI, tetapi juga karena kami di Papua hanya mengenal moncong AK, Tank milik militer, dan sepatu laras yang sebenarnya mungkin tubuhnya tidak sekuat sepatu larasnya. Kami juga tidak mengenal proses hukum ketika militer yang katanya abdi negara menghadapi kami dengan timah panas. Padahal masalahnya mungkin hanya karena mabuk dengan minuman yang beredar karena kurangnya pengawasan dari negara atau hanya karena kami marah atas kebenaran.
Bagaimana tidak, hukum di Indonesia dibuat untuk dilanggar jika pendiri negara ini saja melanggar hukum negaranya sediri. Katanya, Indonesia membentuk politik luar negarinya "politik bebas aktif" yang di dalamnya negara-negara non blok bersatu, tetapi toh pada akhirnya Soekarno melanggar itu dan memihak bolok Timur. Komunis.  Yah.. karena sejak awal hukum digunakan sebagai sarana mengamankan kepentingan, bukan untuk sebuah keadian.

Rakyat Papua harus pandai melihat situasi!

Saat ini kondisi politik Indonesia sedang tidak stabil. Baik yang berhubungan dengan politik dalam negeri dan luar negeri serta masalah perekonomian yang unjungnya mengancam disintegrasi wilayah-wilah besar di Indonesia. Kondisi ini membuat Indonesia kebakaran jenggot.

Persoalan yang sedang dihadapi ini bukan hanya menjadi ancaman Indonesia sendiri tetapi juga menjadi ancaman rakyat Papua. Berbicara Papua merdeka berarti kita berbicara tentang hak-hak bangsa Papua yang dimanipulasi demi kepentingan Indonesia, Amerika, Belanda, dan PBB. Masah Papua adalah masalah Internasional. Keterlibatan asing dalam masalah Papua bukan hal baru. Sejak awal perjuangan kemerdekaan Papua, asing sudah terlibat dan justru itulah yang membuat masa depan orang Papua tergadai.

Satu hal yang mesti rakyat Papua sadari adalah saat ini tanah Papua bukan hanya berada dalam cengkraman Indonesia. Amerika dan sekutunya mulai berkemah di pinggiran Papua sembari menunggu moment yang mereka harapkan. Indonesia sudah setengah abad menjajah Papua dan saat ini Amerika dan sekutunya sedang berada dipinggiran tanah Papua untuk memperlakukan Papua semau mereka. Berikut ini pangkalan militer Amerika dan sekutunya di wilayah Pasifik.
Pangkalan militer Asing
Sumber: duniakepo.com
Rakyat Papua harus berhati-hati bukan hanya terhadap Indonesia yang menjadi biangkerok konflik di tanah Papua, tetapi juga negara kapitalis yang terus melebarkan sayapnya hingga ke wiayah Pasifik.

Waspada!!! 15 Pangkalan Militer Asing Arahkan Moncong Senjatanya ke Indonesia (miiterone.com)
Keberadaan mereka mengancam kedaulatan Indonesia, maka otomatis akan mengancam rakyat Papua. Sudah hampir setengah abad lebih rakyat Papua menjadi korban kerakusan Indonesia dan negara-negara kapitalis. Kita tahu  negara-negara kapitalis bermain secara licik. Indonesia misalnya, sejarah bersaksi dulu CIA  bekerja sama dengan Soeharto untuk menumbangkan Soekarno yang anti asing. Hal ini dilakukan negara kapitalis untuk tetap mempertahankan kepentingannya di Indonesia, terlebih khusus Papua. Kita  ketahui sejak Soeharto menjabat perusahan milik negara kapitalis mendominasi Indonesia. Salah satunya PT. Freeport Indonesia yang kontrak karyanya berangsung tahun 1967.

Kontrak karya ini pun masih menjadi konspirasi karena dilaksanakan 2 tahun sebelum PEPERA berlangsung di tanah Papua, tahun 1969. Ya, seakan Indonesia tahu wilayah Papua akan menjadi milik Indonesia sehingga kontrak harus dilangsungkan. Ini artinya, PEPERA telah di rancang Indonesia untuk dimenangkan secara picik.

Kondisi hadirnya negara kapitalis di wilayah-wilayah Pasifik menjadi indikasi bahwa keberadaan mereka bukan hanya karena konflik laut cina selatan atau pun pulau Natuna. Pasti ada maunya. Dalam hal ini kita telah mengetahui bahwa belum lama ini isu perpanjangan kontrak karya PT. Freeport antara pemerintah Indonesia dan USA menjadi buah bibir di negeri ini. Selain itu, upah yang diminta Indonesia kepada negara itu sekitar 30%. Belum lagi antara Indonesia dan Pemerintah daerah. Ditambah lagi dengan perjungan kemerdekaan Papua yang kian hari kian mendunia. Hal ini sebenarnya bisa jadi sasaran empuk bagi Negara-negara sekutu untuk tetap mempertahankan kepentingannya di Papua dengan memanfaatkan isu yang ada.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengingatkan kemungkinan bahaya konflik yang terjadi di Timur Tengah bakal menyasar Indonesia. Pasalnya, konflik yang terjadi diperkirakan 70 persennya karena perebutan sumber-sumber energi. Baik itu di Lybia, Mesir, Irak, Iran, Mesir dan Kuwait yang mampu menghasilkan sekitar satu ĺatau dua juta barel miny (JPNN.com)
Konteks ini membuat rakyat Papua harus berpikir. Terlebih teman-teman yang tampil di depan. Ingat, musuh kita bukan hanya sistem pemerintah Indonesia, tetapi kapitalis, imperialis, yang menggendong sistem kolonialis. Pada dasarnya Negara kapitalis bersuara dan membatu karena ada maunya dan sudah pasti ada kepentingannya.

Indonesia bermain pada tahap kakitangannya kapitalis. Besok kalau kita tidak jelih dalam memandang watak negara sekutu, bisa jadi kita berhadapan langsung dengan kapitalis. Apapun resikonya rakyat Papua bukan hannya membutuhkan kemerdekaan secara politik tetapi juga secara ekonomi, hukum, dan semua ranah yang menjadi vital dalam berdirinya sebuah negara yang berdikari.

Sampai di sini, pertanyaannya bagaimana rakyat Papua tidak melawan sedangkan Papua dan seisinya dikuras Indonesia yang menggendong kapitalis. Bagaimana mama Papua tidak menangis dan berteriak "lawan"  sementara nyawa anak yang dilahirkan susah payah berguguran diujung moncong AK. Dan bagaimana rakyat Papua tidak berteriak selama pembunuhan nyawa menjadi tontonan petunjukan pentas seni yang indah dipandang negara.

Related Posts

Comments

Subscribe Our Newsletter