Percaya atau tidak, situasi politik perjuangan Papua hari ini telah berada pada tahap yang membuat Indonesia kebakaran jenggot. Melalui jalur pasifik, rakyat Papua telah kembali ke keluarga besar melanesia. Kekeluargaan ini bukan hanya sebatas ras dan kebudayaan tetapi juga turut mengembalikan sejarah politik bangsa Papua yang terjalin erat dengan negara-negara itu sekitar tahun 40-an.
Sampai di sini kita ketahui hubungan Papua dengan negara-negara Pasifik Selatan seperti Vanuatu, PNG, Fiji, Solomon, dan Kaledonia Baru ini bukan baru di bangun melalui MSG. Papua memiliki hubungan yang begitu erat saat masa kuasa Belanda di Papua. Hubungan rakyat Papua tersebut dengan negara-negara itu terjalin melalui South Pasific Comission (SPC) yang dibentuk negara penjajah saat itu dan kembali diputuskan Indonesia pada tahun 1962.
Dari latar belakang itulah, rakyat Papua mulai menjalin hubungan mereka sejak tahun 2014 dan hasilnya dari proses yang ditempuh itu. Saat ini kita tahu melalui ULMWP Papua telah menjadi anggota Observer dalam organisasi Melanesia Spearhead (MSG) pada tahun 2015.
Bagaimana hubungan Papua saat ini dengan negara-negara Pasifik Selatan?
Saat ULMWP diterima sebagai anggota Observer di MSG. Indonesia telah menjadi anggota Asosiatif. Sejak saat itu kedua organ ini bersaing menjadi anggota penuh di organisasi beranggotakan lima negara itu.
Ketika diamati perjuangan kedua organ tersebut. Kita akan menemukan dua metode berbeda yang digunakan kedua organ ini dalam meyakinkan para petinggi negara di wilaya itu. Selain itu, kita juga akan menemukan perbedaan mendasar pada alasan yang melatarbelakangi kedua organ tersebut bersaing dalam mengajukan diri menjadi anggota penuh di MSG.
Pertama alasan yang melatarbelakangi pihak Indonesia memperjuangkan diri menjadi anggota penuh dalam MSG karena ingin menutupi lajunya perjuangan kemerdekaan Papua melalui wilayah Pasifik. Secara politik alasan ini dibalut dengan argumennya. Beberapa wilayah di Indonesia merupakan ras Melanesia yang selanjutnya dikenal dengan Melanesia Indonesia (Melindo)
Singkatnya, keberadaan Indonesia di MSG bukan karena beberapa wilayah Indonesia dihuni oleh ras Melanesia, tetapi untuk menutupi lajunya perjuangan Papua merdeka melalui wilayah PasifikSayangnya taktik politik ini diketahui rakyat dan para petinggi negara di wilayah itu. Ya. Taktik politik Indonesia ini tercium ketika Indonesia menolak tim pencari fakta yang diusulkan PIF ataupun dialog yang diusulkan PM Solomon Menase Sogavare yang juga saat ini menjabat sebagai ketua MSG sekaligus ketua Pacific Islands Development Forum (PIDF).
Kedua Indonesia mengeluarkan berjuta triliuna rupiah hanya untuk berdiplomasi di wilayah pasifik. Dari hasil itu, negara ini merebut dukungan dari dua petinggi negara. PNG dan Fiji.
Soal dana baca di sini: Apakah Indonesia Akan Merebut Hati Negara-Negara Di Kawasan Pasifik?
Indonesa mendekati para petinggi negara itu dalam kapasitasnya sebagai negara yang berdaulat. Dengan alasan itu pula, Indonesia berhasil menunda ULMWP menjadi anggota penuh dalam MSG pada 14 Juli 2016 di Honiara. Jadi, jika anda membaca media-media besar di negara ini. Anda akan menemukan pernyataan Dirjen Asia-Pasifik Desra Percaya yang menyatakan tidak ada tempat bagi ULMWP di MSG. Meski demikian, pernyataan itu kelihatannya hanya pengalihan isu belaka.
Ya. Karena kita tahu bawa penundaan ULMWP menjadi anggota penuh yang terjadi 14 Juli itu bukan karena tekanan atau hasil diplomasi Indonesia yang berhasil menggagalkan itu, tetapi karena masalah teknis. Alasan yang mendasari penundaan tersebut karena definisi penerimaan anggota baru dalam MSG yang belum dirumuskan secara baik dan benar yang mana dalam prakteknya menghormati prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan antar negara dan mengatur kedaulatan non-intervensi terhadap urusan dalam negeri negara lain sebagaimana tertuang dalam Persetujuan Pembentukan MSG.
Dan hal itu jika tidak dirumuskan secepatnya, bukan hanya akan mengancam ULMWP tetapi juga Kaledonia Baru (FLNKS) sebagai salah satu pendiri MSG yang sampai saat ini belum sepenuhnya berdaulat dari Francis. (Kaledonia Baru akan Referendum pada 2018)
Sederhananya, penundaan ini bukan keberhasilan politik Indonesia menutup perjuangan Papua di wilayah itu, tetapi kekurangan MSG yang diberitahu Indonesia untuk merumuskan definisi penerimaan anggota baru secepat mungkin. Poin ini serupa dengan ULMWP yang memberitahu Indonesia akan kelemahan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Pasifik Selatan di awal persaingan. Hasil dari itu, Indonesia membangun diplomasi dengan cepat di wilayah itu.
Dengan demikian alasan mendasar dari penundaan keanggotaan penuh rakyat Papua melaui ULMWP di MSG bukan karena keberhasilan taktik politik Indonesia. Tetapi hanya persoalan teknis dalam kubu MSG sendiri.
Ketiga alasan Indonesia yang menyataan, berdasarkan hukum internasional dan hukum dalam pendirian MSG tidak mengintervensi persolan negara lain. Atau ULMWP bukan sebuah negara yang berdaulat maka tidak layak mendapat status full member di MSG. Dari sudut pandang saat ini, pernyataan itu tidak begitu kuat untuk dijadikan dasar acuan.
Hal ini karena seperti yang kita ketahui, setiap aturan hukum memiliki kontrol penerapan hukum dan ketika penerapan hukum tersebut berkaitan dengan pelanggaran HAM suatu bangsa, maka aturan itu tidak dapat lagi dipertahankan. Poin ini bisa kita lihat misalnya dari Palestina, meskipun negara ini tidak diakui beberapa negara. Palestina memiliki kedutaan di beberapa negara termasuk di Indonesia. Ini persolan Ham.
Selain itu, perjungan Papua merdeka melalui pasifik saat ini telah maju satu langkah. Hal ini dapat diketahui dari dukungan negara-negera Pasifik Selatan. Awalnya hanya negara Vanuatu yang mendukung penuh perjungan rakyat Papua. Saat ini telah bertambah menjadi 3 negara yang menyatakan dukungannya secara resmi. Negera Solomon Island dan Kaledonia Baru telah menyatakan dukungan mereka secara resmi.
Ketiga negara ini bukan hanya berjanji akan memperjuangkan ULMWP menjadi full member di MSG, tetapi juga menggalang dukungan dari negara-negara di kawasan Pasifik maupun negara-negara amggota PBB lainya.
Dari poin-poin di atas. Beberapa hal yang memperkuat ULMWP berpotensi untuk menjadi full member di MSG bukan hanya karena kesamaan ras dan bangsa, tetapi juga memiliki dasar hubungan sejarah politik yang jelas. Hal ini sebagaimana penjelasan dibagian pembuka artikel ini. Selain itu, dukungan yang datang dari tiga negara anggota MSG di atas ditambah lagi dengan desakan dan dukungan masyarakat sipil dan tokoh agama di wilayah itu sudah pasti akan mendongkrak status ULMWP dari observer menjadi anggota Penuh. Dengan melihat fakta itu, ketika pada bulan September mendatang definisi itu dirumuskan para petinggi MSG. ULMWP sudah pasti akan diterima sebagai anggota penuh.
Sederhananya, kembalinya Papua ke MSG sama halnya dengan Papua kembali ke rumah dan keluarga sendiri dari pembuangan. West Papua back to familly.
Apa yang akan dilakukan Indonesia jika rakyat Papua melalui ULMWP diterima sebagai anggota penuh di MSG?
Pertama dari sudut pandang Indonesia dapat dipastikan bahwa kemungkinan besar Indonesia akan meninggalkan MSG. Hal ini tercermin dari sikap Indonesia yang terlalu agresif dalam mempertahankan kelicikan dan kebohongan.
Misalanya saja, ketika bendera bintang kejora di kibarkan sejajar dengan keenam bendera lainya pada saat KTT MSG yang berlangsung 14 Juli 2016 di Honiara. Dikabarkan Indonesia walk out. Meski hal ini dibantah pihak Indonesia, bisa jadi tindakan itu merupakan cerminan sikab Indonesia yang sangat muak melihat rakyat Papua berdaulat. Dan Bisa jadi juga jika bulan September mendatang ULMWP diterima sebagai anggota penuh di MSG. Indonesia akan meninggalkan MSG untuk selamanya.
Kedua sejak beberapa tahun belakangan Indonesia kewalahan dalam meredam tuntutan kemerdekaan Papua. Bukan hanya kewalahan tetapi juga panik melihat lajunya pergerakan perjuangan Papua. Bentuk-bentuk kepanikan ini bisa kita lihat dari pemberlakuan maklumat kapolda Papua tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum yang di dalamnya terdapat 3 poin.
Pengangkatan Tito Karnavian sebagai calon tunggal KAPORLI oleh Jokowi yang notabenenya anti demokrasi. Ya, satu hari setelah pelantikannya pun terjadi penangkapan dan pemukulan terhadap puluhan mahasiswa Papua di Yogya. Asrama Papua di segel polisi, sampai-sampai beberapa beberapa mahasiswa dipukul dan di amankan Paksa.
Anehnya lagi, polisi dan omas yang mengepung asrama tersbut mengelurakan kata-kata rasis seperti " Monyet" orang Papua di anggap monyet, pemukulan, pengepungan, dan penangkapan itu terjadi di asrama. Bukan di jalan atau saat anarkis.
Baca juga:Beberapa poin di atas memperlihatkan bahwa jika ULMWP diterima sebagai anggota penuh di MSG. Indonesia akan memperketat keamanan dalam negeri dengan memberlakukan aturan-aturan ganda dalam melindungi kepentingannya di Papua. Lebih mendalam lagi, TNI -PORLI akan mendominasi Papua. Ya. Menurut saya negara ini bertahan karena kekuatan militernya, bukan atas nasionalisme yang tertanam secara alamiah. Hal ini bukan hanya pendapat saya, tetapi beberapa orang di negara ini menyatakan itu.
Indonesia Panik- Melihat Kemajuan Perjuangan Kemerdekaan Papua
Pak Luhut Jangan Panik - Tinggal Hitung Hari Papua Akan Merdeka
Misalnya, Abdullah Hehamahua yang memprediksi Indonesia Bakal Pecah Jadi 12 Negara Bagian pada tahun 2050 (news.merahputih.com)Dengan demikian dapat kita asumsikan NKRI bertahan karena kekutan militernya, bukan karena nasionalisme yang tumbuh secara alamiah. Asumsi ini dapat diperkuat dengan meningkatnya keinginan beberapa pulau di Indonesia untuk lepas dari negara ini. Daerah-daerah tersebut seperti Papua, Aceh, RMS, Kalimantan dll. Ya. selama ini aceh pun terus bertahan dalam NKRI karena operasi militer yang memakan ribuan korban nyawa. Hal serupa juga untuk tanah Papua.
Sederhananya, Indonesia bertahan karena kekuatan militernya. Bukan karena nasionalisme yang tumbuh secara alamiah dan mendara danging.Ketiga poin-poin di atas membuktikan tidak ada tempat bagi Indonesia untuk menutupi perlakuan tidak manusiawi yang selama ini diterapkan kepada orang Papua. Bukan hanya pelanggaran Ham, tetapi juga tentang diskriminasi rasial yang terus terjadi terhadap orang Papua. Jalan satu-satunya untuk menutupi itu adalah Indonesia akan menggunakan kekuatan militernya. Dan ketika kekutan itu diterapkan, sudah pasti akan memperparah situasi. Kekeran terhadap pelanggaran HAM akan terus bertamabah. Ketika pelanggaran Ham terus meningkat. Sudah pasti Indonesia akan menelan kata-katanya sendiri, yang mengaku Indonesia merupakan negara penyelenggara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Hal ini serupa dengan penyataan bapak proklamator Indonesia. Pendiri negara Ir. Soekarno saat itu menelang kata-katanya sendiri. Dalam hubungan politik luar negerinya, ia membentuk "non blok" tetapi akhirnya memihak juga kekomunis.
Hasil akhirnya, semakin Indonesia agresif dan koersif terhadap orang Papua, maka semakin cepat pula rakyat Papua akan berdiri sama tinggi di forum-forum internasioanal. Salah satunya MSG yang kata negara ini tidak ada tempat bagi ULMWP di dalam MSG. Mari kita menanti hasil keputusannya bulan September mendatang. Rakyat Papua di harapkan teus berdoa dan tenang melewati setiap prosesnya. Papua menjadi anggota penuh di MSG adalah harga mati.
Comments
Post a Comment