Luhut. B P |
Dalam artikel ini, saya akan kembali menunjukan kepanikan Indonesia sekaligus mengingatkan kepada negara ini bahwa keberhasilan politik Indonesia yang dicapai belum lama ini tidak bisa dijadikan dasar acuan untuk menekan perjuangan kemerdekaan rakyat Papua. Hal ini, pernah saya tulis dalam artikel berikut.
(Baca Juga: 2 Hasil Besar Politik Indonesia Ini Memaksa Perjuangan Papua Harus Punya Terobosan Politik yang Akurat)
Belum lama ini pernyataan MENKO POLHUKAM menjadi buah bibir dalam media-media besar di negara ini. Kata Luhut "Potong telinga saya, kalau Papua merdeka"
Bagi saya pernyataan seperti ini hanya untuk mencuri perhatian publik. Lebih mendalam lagi, hal itu tidak lebih dari bualan para politikus di negara ini saat menjelang pesta demokrasi. Bagi saya, hal itu wajar dan layak diucapkan Luhut. Tetapi seharusnya Luhut berhati-hati mengeluarkan pernyataan seperti itu. Ya, karena ini politik.
Dari pernyataan saya di atas. Mungkin anda bertanya, mengapa luhut harus berhati-hati? Selain itu, mengapa saya menepis pernyataan Luhut? Untuk memperjelas pernyataan saya ini, berikut dihaimoma.com merangkum 2 poin alasan yang mendasari penyataan saya di atas.
Pertama saya ambil contoh, misalnya pada 9 Maret 2012 lalu dalam kasus proyek Hambalang. Ketika Anas di tanya tentang kasus korupsi. Ia dengan berani dan percaya diri menyatakan kalau "satu rupiah saja Anas koruspi maka gantung Anas di Monas. Berikut kutipannya
" Kalau ada Rp 1 saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas,” ujar Anas (Tempo.co).Hasil dari pernyataan Anas itu. Saat ini publik sudah ketahui bahwa kasus itu membawa Anas berujung pada vonis kurungan, sekaligus menebus rupiah. Dalam kasus ini pula beberapa politikus ikut dijerat pasal.
Dari segi perpolitikan, pernyaan ini harus dan wajar dikeluarkan Anas. Ya, kerena dalam berpolitik semua itu bisa diakalin.Lebih mendalam lagi, dalam berpolitik kita tidak terlalu butuh kepandaian, tetapi kecerdikan.
"Sederhannya, dalam dunia perpolitikan apa yang mungkin bagi sains bisa dibuat tidak mungkin bagi politik. Begitu juga sebaliknya. Apa yang tidak mungkin bagi sains bisa di buat mungkin dalam berpolitik.
Artinya dalam perpolitikan tidak ada kata "Ya" atau "Benar" sebelum hal itu benar-benar terbukti secara real.
Kasus yang sama juga bisa kita lihat dari penyataan Habiburrokhman belum lama ini yang menyatakan dirinya akan terjuan dari monas jika teman Ahok berhasil mengumpulkan 1 juta KTP"Berikut kutipannya.
"Politisi Gerindra Ini Janji Akan Terjun dari Monas Jika Teman Ahok Berhasil Kumpulkan 1 Juta KTP Warga DKI Jakarta"(klasemen.co)
Hasil dari pernyataan ini pun sekarang sudah terjawab. Teman Ahok berhasil mengumpulkan 1 juta KTP. Bahkan melebihi target.
"Teman Ahok berhasil melampaui target pengumpulan satu juta KTP dukungan bagi pencalonan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk maju sebagai calon perorangan dalam Pemilihan gubernur Jakarta 2017 mendatang. Dalam penghitungan yang dilakukan sampai Minggu (19/06) sore jumlah KTP warga DKI yang dikumpulkan Teman Ahok mencapai 1.024.632 buah" (BBC)
Kedua meskipun tahun ini Indonesia mencapai kejayaan politiknya. Hal itu tidak bisa membendung perjuangan kemerdekaan Papua. Yah, dalam sidang Ham PBB yang berlangsung di Swiss sejak 13 Juni hingga 1 Juli 2016 belum lama ini. Negara Vanuatu, Solomon, dan beberapa lembaga lain menampar Indonesia dengan semua kasus pelanggaran Ham di Papua.
"Pertanyaannya, apakah Indonesia akan terus bersembunyi dan bertahan dengan agumen klasiknya "masalah Papua adalah masalah Internal Indonesia? Jawaban dari pertanyaan ini anda jawab sendiri"
Dari dua poin di atas, kita dapat menarik satu kesimpulan. Anas tidak juga digantung di monas. Habiburrokhman belum juga terjun dari Monas. Dan jumlah penyumbang keangotaan terbanyak Indonesia di PBB belum juga mampu menangkal pelanggaran Ham di Papua untuk masuk dalam agenda pembahasan Dewan Ham PBB.
Hasil akhirnya, publik tertawa. Anas harga dirinya hancur di mata publik. Habiburrokhman, nama baiknya luntur. Nama besar Indonesia yang katanya penyelenggara demokrasi terbesar ke-3 di dunia, ujung-ujungnya ditampar juga dengan kasus pelanggaran Ham di Papua pada saat sidang dewan Ham PBB belum lama ini.
Sampai di sini, kita dapat berkesimpulan dengan mudah. Seharusnya, Luhut cerdik dalam membaca situasi politik di zaman ini. Ia tidak bisa menyamakan zaman tahun 60- an dengan saat ini.
Dari pernyataan Luhut ini, ada beberapa pertanyaan yang harus Luhut jawab. Kalau memang persoalan Papua Ia bisa tutupi dan Papua tidak akan merdeka. Mengapa sejak menjabat MENKO POLHULAM Luhut selalu pulang balik ke Inggris, Australia, Selandia Baru, dan terlebih lagi ke wilayah Pasifik. Sampai-sampai berani mengeluarkan ratusan miliar uang Negara untuk berdiplomasi.
(Baca: Surat Untuk Rakyat Melayu- Mari Kita Mulai Belajar Melihat Setiap Persolan Papua Secara Objektif )
(Baca Juga:Apakah Indonesia Akan Merebut Hati Negara-Negara Di Kawasan Pasifik?)
Sampai di sini, terlihat jelas. Pernyataan Luhut tersebut merupakan bentuk kepanikan negara atas kemajuan perjuangam Papua. Selain itu, jika dilihat dari situasi politik saat ini, pernyataan itu esensinya sama dengan dua contoh di atas.
,
Dari pembahasan panjang ini. Saya ingin menyampaikan pesan kepada Pak Luhut bahwa, ini adalah persoalan politik maka pernyataan bapa sangat relatif untuk dipercaya. Lebih mendalam lagi, pernyataan bapa tidak lebih dari contoh-contoh di atas.
"Bapak MENKOPOLHUKAM Ingat eee. Yang perlu anda waspada saat ini adalah bukan persolan Papua akan merdeka dari Indonesia, tetapi jangan sampai pernyataan bapa serupa dengan contoh-contoh di atas. Ingat Ini politik! Tidak ada kata "Ya" atau "Benar" sebelum benar-benar terbukti"
Setelah membaca artikel ini. Apa tanggapan anda?
Awas pak luhut dengan pernyataanmu yg kau ungkap karena ini politik
ReplyDeleteSaat ini pak Luhut BP boleh berucap seperti itu karena dia lg bahagia.
ReplyDeleteFree west papua.
ReplyDelete