Dari bentuk dan karakteristiknya, tepung sagu
serupa dengan tepung tapioka. Secara ekonomis Sagu dikemas dengan daun pisang,
daun sagu atau daun kelapa untuk dijual. Selain itu, sagu juga
sering dibakar dan diolah menjadi Papeda atau sagu bakar.
Dari penjelasan di atas, secara singkat dapat kita
ketahui apa itu Sagu. Berbicara tentang Sagu berarti kita juga berbicara
tentang makanan pokok orang Papua yang hendak beranjak punah dirampas perusahan
pemilik modal. Sejak dulu, orang Papua di beberapa wilayah hidup dengan sagu
maka hari ini sagu dikenal sebagai makan pokok orang Papua. Pertanyaannya,
sebagai orang Papua apa anda mengetahui manfaat sagu lebih dari sekedar makanan
pokok?
Kalau belum tahu, sangat memalukan. Hehehe maaf
gan. Bukan bermaksud mempermalukan, pasalnya Dihai juga belum mengetahuinya,
jadi ketidaktahuan itulah yang membuat saya menulis artikel ini sebagai
bahan pembelajaran. Naa sekang kita sama To?
Jika demikian, anda dan saya harus mengetahui
manfaatnya. Karena orang Papua dan sagu sama halnya dengan air dan ikan.
Artinya, karena sagu dan orang Papua tidak dapat dipisahkan maka tidak ada
salahnya Dihai berbagi informasi seputar sagu. N..aaahh, sekarang berikut ini
Dihai akan berbagi 5 manfaat sagu yang mungkin belum anda ketahui jadi perlu
anda sekatahui. Ingat ee gan. Bukan bermaksud menggurui.
Pertama- Anda harus tahu tidak semua negara dan
daerah di dunia ini memiliki hutan sagu dan sagu itu sendiri.
Tidak semua negara diberi anugerah untuk ditumbuhi
tanaman sagu. Lebih dari 95% tanaman sagu dunia hanya dapat ditemui di
Indonesia, Papua Nugini, dan Malaysia.[1]. Indonesia merupakan negara
beruntung karena sekitar 55% tanaman sagu dunia, tumbuh di sini. Artinya,
Indonesia menempati posisi pertama dengan luas 1,5 Juta Ha. Lahan Sagu terluas
terdapat di bumi Cenderawasih dengan 1,3 Juta Ha yang terdiri dari Hutan Sagu
(Alami) dan Budidaya. Selain di Papua, sagu juga terdapat di Maluku,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Barat (Mentawai) dan Kepulauan Riau.
Berikut ini tabel perkiraan Hutan sagu di Indonesia [2]
Dari data di atas terlihat dengan jelas bahwa
Indonesia negara yang beruntung tetapi yang lebih untung masyarakat Papua. Mengapa?
Ya karena kita memiliki cadangan sagu yang begitu luas. Data potensi sagu
Indonesia saat ini ± 1.250 juta ha dan di Papua ± 1.200 juta ha dan merupakan
potensi sagu terbesar di dunia yang dapat dimanfaatkan sebagai industry
energy [3].
Sekarang tinggal anda, apakah anda ingin melepaskan
lahan sagu untuk para pemodal atau tetap menjangganya untuk generasi mudah
kedepan sebagai komoditi lokal yang sejak dulu diwarisi nenek moyang kita.
Kedua -Sagu tidak hanya dapat dimanfaatkan
sebagai Papeda untuk dimakan. Dari daun, batan, sampai dengan limbanya sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Selain Sagu sebagai makanan pokok. Sejumlah
penelitian membuktikan manfaat Sagu. Sagu dapat diolah mejadi bahan baku
industri kosmetik, kertas, bioetanol, pengbungkus kapsul, film kemasan makanan
yang biodegradable, dengan kata lain dapat diuraikan secara sempurna oleh
proses biologi dan bahkan limbahnya dapat dijadikan sebagai biopeptisida maupun
kompos. Lebih lanjut, beberapa rumah di Papua khususnya dan umumnya Indonesia
Timur memanfaatkan pelepah sebagai dinding, atau pagar ternak. Daunnya
digunakan masyarakat sebagai atap rumbia.
Naaa..untuk lebih jelas, tentang hal-hal yang
dapat diproduksi dari Sagu dapat dilihat pada tabel berikut ini [4] (klik
dua kali di gambar, untuk melihat secara jelas)
Berdasarkan penelitian mengacu pada nilai kalor LHV bahan bakar bietanol dari ampas sagu untuk kadar etanol 80 % adalah 16, MJ/Kg sehingga dapat disimpulkan bahwa biotanol kadar 80% memenuhi syarat pembakaran. Eksperimen dengan menggunakan cone calorimeter laju pelepasan kalor selama proses pembakaran antara 20–45 kW/m2. Hasil pengukuran temperature flame mencapai 450 0C selama kurang lebih 6 menit. Berdasarkan dari hasil eksperimen tersebut dapat disimpulkan bahwa bioetanol kadar 80 % bisa menjadi bahan bakar alternatif khususnya di daerah yang sulit dijangkau seperti wilayah Papua untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.[5]
Naahh...jangankan yang lain, limbah sagu saja dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bakar. Mungkin anda bertanya, kan masih ada bahan bakar dari fosil? Iya
benar tapi, Menurutan The Word EnergyCouncil tahun 2010. Nanti
pada tahun 2020 kebutuhan energy dunia akan eningkat dari 8,8 Gtoe (gigatons
of oil equivalent) menjadi 11,3 sampai 17,2 Gtoe (IEA, 2006). Perkiraan ini
menjadi indikator bahwa minyak bumi Indonesia hanya bertahan dalam kurun waktu
kurang dari 20 tahun lagi.
Bukan hanya itu, sagu juga dapat diolah menjadi roti, biskuit, mie, dan sagu mutiara[6]
Kondisi ini juga akan berdampak pada cadangan minyak di Indonesia dan
ketersedian cadangan energi bahan bakar minyak yang berasal dari fosil semakin
Berkurang. Hal ini diperparah lagi dengan pertambahan jumlah penduduk yang
semakin meningkat dan disertai dengan peningkatan kebutuhan hidup turut berdampak
pula pada tingkat kebutuhan bahan bakar minyak.
Jadi jika kita boleh berandai-andai. Ketika Papua memanfaatkan sagu dengan baik kita dapat menghemat bahan bakar dari fosil.
Ketiga- Taukah anda, sebenarnya sagu sendiri terdiri dari beberapa jenis.
Sayangnya, saat ini populasi jenis sagu produktif makin tertekan sebagai akibat
persaingan dengan jenis sagu lainnya dan juga karena eksploitasi guna
memenuhi kebutuhan pangan. Tanpa kegiatan rehabilitasi atau budi daya, sagu
produktif terancam punah di Papua.
Hutan sagu di Papua sangat luas, sedikitnya mencapai 900.000 ha, yang
tersebar pada beberapa daerah meliputi Yapen Waropen, Sarmi, Bintuni,
Inanwatan, dan daerah lainnya. Kondisi hutan sagu sangat heterogen dalam jenis vegetasi,
jenis tanaman, dan struktur tanaman. Saat ini telah diidentifikasi 20 jenis
sagu di Sentani, dan 60 jenis sagu di Jayapura, Manokwari, Sorong, dan Merauke.
Untuk menjaga eksistensinya, jenis-jenis ini perlu dilindungi melalui kegiatan
koleksi plasma nutfah. Masyarakat lokal Papua telah banyak mengetahui teknologi
budi daya sagu yang diperoleh secara turun-temurun.
Pengetahuan dan teknologi budi daya tersebut meliputi pemilihan bibit,
teknik penanaman, dan teknologi pengolahan hasil sagu. Pengolahan hasil sagu
masih secara konvensional dengan menggunakan tenaga manusia. Guna meningkatkan
efisiensi pengolahan sagu, telah dirakit pangkur dan alat peremas sagu. Alat
ini sudah banyak diadopsi oleh masyarakat pengelola sagu di Wilayah Papua. Aci
(papeda) sagu dapat diolah menjadi macam-macam makanan ringan dan memberi
peluang bagi berkembangnya industri rumah tangga.[7]
Sampai di sini, anda dan saya mengetahui sebenarnya di Papua bukan hanya
terdapat satu jenis sagu tetapi sekitar 80 jenis sagu yang teridetivikasi.
Meskipun begitu, beranikah anda bersepakat dengan saya bahwa di Papua masih
terdapat ribuan jenis sagu yang belum teridentivikasi? Meski asumsi, saya
sepakat. Bagaimana dengan anda?
Keempat - Apakah anda ingin mengetahui potensi sagu di beberapa daerah
Papua? Berikut ini Dihai berbagi potensi sagu yang saya ketahui
berdasarkan beberapa penelitian
Berdasarkan hasil hasil penelitian oleh Bambang Haryanto dkk, dengan judul
Potensi dan Pemanfaatan Pati Sagu dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Kabupaten
Sorong Selatan Papua Barat menyimpulkan sebagai berikut:
- Pertama- potensi sagu di Kabupaten Sorong Selatan mencapai 311,5 ribu ha dengan potensi patinya mencapai 2,9 juta ton per tahun.
- Kedua-areal sagu terluas terdapat di distrik Kais sebesar 63,8 ribu ha, Kokoda 61,3 ribu ha, Inanwatan 55,5 ribu ha, Saefi 39,6 ribu ha dan Kokoda utara 34,5 ribu ha.
- Ketiga- kerapatan pohon sagu masa tebang setiap ha mencapai (67± 22) pohon dan diameter rata-rata (41,1 ± 2,4) cm dengan tinggi pohon (9,9 ± 2,2) m
- Keempat-estimasi produksi sagu di Kabupaten Sorong menggunakan formula Yumte menghasilkan 9,7 ton per ha.
- Kelima-data diameter dan tinggi pohon sagu hasil penelitian ini hasilnya berbeda dengan pengukuran yang dilakukan oleh Yumte
- Keenam- usulan untuk membuka pasaran pati sagu maka salah satu strateginya adalah setiap pegawai negeri sipil di kabupaten Sorong Selatan mendapatkan jatah sagu setiap bulannya sebesar 10 kg sebagai bentuk implementasi penggunaan bahan baku lokal dalam mendukung ketahanan pangan.
- Ketujuh-pemanfaatan potensi sagu ini bila dapat diterapkan di lapangan akan membuka kegiatan ekonomi dan mendukung ketahanan pangan di Kabupaten Sorong Selatan [8]
Tahukah anda Sagu dapat tumbuh sampai pada ketinggian 700 m di atas
permukaan laut (dpl), namun produksi sagu terbaik ditemukan sampai ketinggian
400 m dpl.Lebih lanjut, jumlah tegakan sagu per hektar menurut stadia tumbuh di
Papua dan daerah lain di Papua. Serta luas hamparan sagu menurut kelas kepadatan
populasi pada beberapa daerah di Papua dapat dilihat pada kedua tabel
berikut.[9]
Di Kecamatan Sarmi, roporsi hutan sagu dengan kepadatan opulasi tinggi
hanya 10,70%. Sedangkan hutan dengan kepadatan populasi sedang dan rendah
berturut-turut 35,50% dan 53,80%. Demikian pula di Kecamatan Agats, proporsi
tegakan sagu dengan kepadatan populasi tinggi, sedang, dan rendah
berturut-turut adalah 18,90%, 54,50%, dan 26,60%. Kondisi ini cukup
mengkhawatirkan, karena tanpa rehabilitasi, proporsi sagu produktif akan
menurun karena kalah bersaing dengan sagu nonproduktif. Ditambah pula bahwa
tanaman sagu produktif banyak dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan, termasuk
kebutuhan pangan bagi masyarakat setempat.
Lebih lanjut, anda dapat mengetahui daerah penyebaran dan luas hutan sagu
di Papua dari tabel berikut
Coba anda bayangkan dan renungkan tentang sagu di Papua pada pemaparan di
atas. Andai saja, semua itu dikelola dengan baik, dari segi perawatan,
pemanfaatan serta proses pengolahannya, makan produktivitasnya dapat memberikan
hasil yang memuaskan. Kita bukan saja memanfaatkannya sebagai bahan bakar,
tetapi juga menjadi berbagai makanan jadi dan lain-lain.
Sampai di sini Dihai tidak mampu berkata. Hanya ada satu kata. Papua itu
kaya. Soalnya, hal ini belum termasuk hasil alam lainya.
Kelima -Mungkin orang Papua bangga dengan kehadiran Pabrik Sagu Terbesar RI
di Papua Barat. Tepatnya di Sorong Selatan, Distrik Kais yang pada tahun 2016
mempekerjakan 40 orang di pabrik dan 400 hingga 600 orang di hutan sagu. Mari
kita lihat secara sekilas prosesnya, apakah menguntungkan orang Papua atau
tidak?
Perusahan itu mampu mengolah 6.000 tual (batang sagu
ukuran 1 meter) dan mampu memproduksi 100 ton tepung sagu per harinya. Dalam 1 tahun, pabrik sagu di tepi Sungai Kais tersebut mampu memproduksi
30.000 ton sagu. Lebih lanjut, Direktur Utama Perum Perhutani Mustoha
Iskandar mengatakan, nilai investasi pabrik sagu ini mencapai Rp 150 miliar dan
menghasilkan profit yang lumayan besar. "Dari total
investasi Rp 150 miliar, pabrik sagu Perum Perhutani ditargetkan akan
memberikan kontribusi pendapatan ke perusahaan Rp 100 miliar per tahun [10]
Artinya, dengan logika sederhana kita dapat bertanya. Jika perusahaan
perhutani milik negara tersebut meraup pendapatan sebesar Rp. 100 miliar
per tahun, maka hanya butuh dua setengah tahun untuk melunasi nilai
investasi. Selain itu, mengacu pada pembahasan di atas, mengenali nilai
kalor LHV bahan bakar bietanol dari ampas sagu untuk kadar etanol 80 % adalah
16, MJ/Kilogram maka bagaimana dengan pengolahan limba dari 100 ton per
hari dari produksi sagu yang dihasilan perusahaan itu yang notabenenya
lebih dari 1 kg limba sagu?
Yah.. mereka bukan hanya mengambil sagu saja tetapi limbanya pun dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif bahan bakar. Pada hal dalam produksinya,
Perhutani akan membeli batang sagu seharta Rp 9000 pertual tergantung kualitas
pohon tersebut kepada masyarakat Papua. Dengan suatu realitas bahwa hutan sagu
Papua dapat menghasilkan tepung sagu hingga 900 kilogram perbatang.
Sampai di sini, agak konyol untuk disimak tapi biar sudah. Yang terpenting
dari isi artikel ini, kita sama-sama mengetahui manfaat sagu lebih dari
yang kita kenal selama ini. Pertanyaannya, masih beranikah kita merelahkan hutan
sagu demi perusahan sagu maupun kelapa sawit yang terus menyapu hutan sagu di
Papua? Mari kita menjawab bersama!
Sumber Bacaan:
[1] Freddy Numberi, Sagu, Potensi yang Masih Terabaikan, PT Bhuana Ilmu
Populer, Jakarta, 2011, hlm 29.(Dikutip oleh, Isnenti Apriani (FWI), dalam
Hasil hutan yang diabaikan: sagu nasibmu kini, 2016. Hlm 18)
[2] beritasatu.com online, selain di Papua pohon sagu juga
ada di enam daerah ini. Edisi Selasa,
05 Januari 2016. diakses pada tangal 10 Fbruari 2017 pukul 13.13 wib.
[3] Made Kartika Dhiputra,dkk.2015. Pemanfaatan Ampas
Ela Sagu Sebagai Bioetanol untuk
Kebutuhan Bahan Bakar Rumah Tangga di Provinsi Papua, 7-8 hlm 2.
[4]disperindagkepri.org online,Pohon Industri Pengolahan Tanaman Sagu. Diakses
pada 10 Fbruari
2017,pukul 13.17 wib.
[5] Made Kartika Dhiputra,dkk.2015. Pemanfaatan Ampas Ela Sagu Sebagai
Bioetanol untuk
Kebutuhan Bahan Bakar Rumah Tangga di Provinsi Papua, 7-8 hlm 2.
[6] Ebooki, pakapag. Sagu sebagai bahan pangan. Diakses 10 Februari 2017,
melalui kapang.com pukul 13.41
[7] M. Zain Kanro dkk. 2003. Tanaman sagu dan pemanfaatannya di Propinsi Papua:. Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. Jurnal Litbang Pertanian. 22(3) 2013
[7] M. Zain Kanro dkk. 2003. Tanaman sagu dan pemanfaatannya di Propinsi Papua:. Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. Jurnal Litbang Pertanian. 22(3) 2013
[8]Bambang Haryanto, dkk.2015. Potensi
dan Pemanfaatan Pati Sagu dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Kabupaten Sorong
Selatan Papua Barat. Jakarta: Pangan, Vol. 24 No. 2 Juni 2015 : 97-106
[9] M. Zain Kanro dkk.
2003. Tanaman sagu dan pemanfaatannya di Propinsi Papua:. Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Papua. Jurnal Litbang Pertanian. 22(3)
2013
[10]kompas.com
online, Total Investasi
Pabrik Sagu Perhutani di Sorong Mencapai Rp 150 Miliar. Edisi Selasa, 1 Januari 2016. Diakses pada
tangal 10 Februari 2017 pukul 15.55 wib.
Mantap gan, informatif dan berkandung sains.
ReplyDeleteTerima kasih Gan..!
ReplyDelete