-->

Apakah Anda Yakin Orang Papua itu Berkulit Hitam?

6 comments
Selamat bertemu kembali dengan saya, Dihai. Semoga kalian  tidak bosan, berkunjung dan membaca artike- artikel di blog saya yang sebah ngawur ini. Dalam artikl kali ini, saya akan berbagi beberapa hal yang menurut saya perlu kita ketahui bersama dan perlu juga kita mendiskusikan bersama untuk memperjelas apakah orang Papua itu berkulit hitam atau tidak.
Sebagai catatan, artikel ini bukan bermaksud rasis. Lebih pada mencari jatih diri orang Papua
Orang Papua? Ya... orang yang indentik dengan kulit hitam, rambut keriting, kotor, jorok, dan bahkan pakaian tradisionalnya pernah dicap sebagai pornografi oleh oknum tertentu di negara demokrasi ini. Dari poin-poin di atas, yang saya ingin bahas dalam artikel ini adalah sebuah pernyataan yang diterima seca umum akan kebenaranya.


Pertanyaan saya adalah, apakah benar orang Papua itu berkulit hitam?

Di tinjau dari segi penggunaan bahasa indonesia. Secara umum terdapat tiga hal yang perlu kita penuhi dalam komunikasi. Berbahasa dengan baik, benar, dan efektif.  Secara sederhana, bahasa yang baik adalah bahasa yang komunikatif. Artinya, kedua belah pihak sama-sama saling mengerti dalam berkomunikasi.

Bahasa yang benar adalah bahasa yang baku atau resmi (sesuai dengan EYD). Efektif artinya, informasi yang kita sampaikan mudah dipahami pendengar atau pembacanya. Tidak menimbulkan kesalahan penafsiran maksud sang penulis atau pembicara sehingga informasi tersampaiakan dengan tepat sistematis dan tidak bertele-tele.

Perhatikan contoh penggunaan bahasa yang baik dan benar ketika Ana Mee" pergi kepasar untuk belanja sayur.
  • Bahasa yang benar
             1. Berapakah harga sayur ini?
             2. Bisakah anda menguragi harga sayur ini?

Penggunaan bahasa  dari Ana Mee pada dua kalimat di atas ini benar, tapi keliru dan tidak efektif. Mengapa? Karena Ana Mee tidak melihat konteks sosial sehingga bahasa yang digunakan menjadi tidak  efektif dalam komunikasi.
  • Bahasa yang baik
               1. Mama ko jual sayur ni berapa kah?
               2. Berapa nih, Bu, sayur nya?
               3. Mama bisa kurang sedikit ka, harganya?

Sedangkan penggunaan bahasa pada tiga poin di atas ini baik dan benar, karena sesuai dengan konteks sosial. Artinya, meskipun tidak baku tetapi kalimat yang diucapkannya, efektif dan komunikatif.

Berangkat dari kasus semacam ini, tidak sedikit kekeliruan dan kesalahan berbahasa yang terus menyesatkan suatu kebenaran. Selanjutnya, diterima sebagai kebenaran oleh masyarakat luas. Dalam penggunaan bahasa terdapat dua teori sebagai fungsi pengontrol, yaitu kesalahan berbahasa dan kekeliruan berbahasa.

Kesalahan berbahasa mengacu pada penggunaan berulang yang terjadi pada seseorang tanpa menyadari jika ia sedang bersalah dalam berkomunikasi. Misalnya, anda menyebut kata Apotek dengan kata Apotik. Selama anda tidak mengetahui kata yang benar adalah Apotek anda terus mengunakan kata Apotik dalam berkomunikasi. Sedangkan kekeliruan berbahasa adalah anda tahu  kata yang benar adalah apotek tetapi karena terburu-buru atau karena terlalu cepat berujar jadi anda menyebut Apotik.
Sederhananya, kekeliruan berbahasa berarti kesalahan yang tidak disengaja dan dapat diperbaiki. Kesalahan berbahasa adalah kesalahan yang berulang-ulang secara permanen sebelum ia mengetahui pengunaan yang sebenarnya.
Sampai di sini, jelas bahwa pengunaan beberapa kata dalam berbahasa indonesia kadang salah tetapi hal itu diterima masyarakat luas sehingga menjadi kesalahan berbahasa yang sulit diperbaiki. Kata-kata itu seperti pengunaan, hitam, putih, bening, dan beberapa lainnya dalam kata, kalimat maupun frasa.

Dalam menyebut warna kulit di Indonesia. Orang akan mengidentikan orang Papua dengan kulit hitam. Oran di luar Papua dengan kulit putih. Padahal, warna hitam itu warna dasar yang serupa dengan warna arang atau memperlihatkan warna yang serupa dengan arang. Sedangkan warna putih itu seperti warna dasar yang serupa dengan warna kapas. Jika mengacu pada warna kulit rata-rata orang Indonesia (non Papua), maka berkulit kuning (mongoloid), tapi dalam pengunaannya diidentikan dengan berkulit putih.

Selain itu, air minum yang berwarna bening, banyak orang menyebutnya dengan air putih. Padahal air putih itu bentuknya seperti air susu atau santan. Hal semacam itu sudah diterima secara luas sehingga kita pun kadang mengikutinya. Kalau sudah begitu jatuhnya dikesalahan berbahasa. Padahal jika mengacu pada KBBI pengertiannya sebagaimana di jelaskan di atas.

Dengan demikian ditinjau dari pengunaan bahasa Indonesia "Orang Papua berkulit hitam" dapat di pertanyakan. Sejauh ini asumsi saya, mayoritas orang Papua itu rata-rasa berkulit cokelat. Coekelat tua atau cokelat mudah. Kecuali teman-teman dari Afrika yang mayoritas berkulit hitam ras negroid, termasuk juga masyarakat di negara kepulauan Melanesia seperti Bougainville dan kepulauan Solomon, meskipun kedua daerah ini bukan termasuk ras negroid tetapi mayoritas masyarakatnya berkulit hitam.
Dihaimoma Menulis
Sumber:trek-papua.com
Dari kasus semacam ini menurut saya salah jika kita turut mengakatan orang Papua itu berkulit hitam. Naaa sekarang....pertanyaannya, apakah klausa "orang Papua berkulit hitam" itu mengacu pada mayoritas atau minoritsa? Mari kita bahasas bersama.

Alasan Orang Papua bukan berkulit hitam dari segi ras? 

Ras adalah pengelompokkan manusia berdasarkan ciri-ciri luar atau fisiknya saja seperti warna kulit, rambut, bentuk hidung, kepala, postur tubuh serta susunan giginya. Di tinjau dari segi penyebarannya, sejauh ini yang diterima adalah  penjelasan dari beberapa arkeolog yang mengatakan bahwa nenek moyang orang Papua adalah kelompok manusia prasejarah yang diperkirakan keluar atau berasal dari pusat peradaban awal umat manusia di Afrika. Namun, bukan berarti hal itu menjukkan orang Papua merupkan ras negroid.

Menurt wikipedia bahasa Indonesia kata negro berarti "hitam" dalam bahasa Spanyol dan Portugis, dari bahasa Latin niger. Ras Negroid adalah istilah yang pernah dipakai untuk menunjuk pada fenotipe umum dari sebagian besar penghuni benua Afrika di sebelah selatan gurun Sahara. Keturunan mereka banyak mendiami Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa dan Timur Tengah.

Pakar genetika asal Italia, Luigi Luca Cavalli-Sforza telah membuktikan bahwa pembagian manusia dalam ras adalah suatu usaha yang sia-sia. Dengan demikian, dari segi biologi, istilah seperti ras Negroid pada ras manusia tidak dianggap lagi. Fenotipe seseorang ditentukan hanya dengan sejumlah kecil gen. Secara biologis, hanya ada satu ras manusia, yaitu Homo sapiens sapiens. Dari segi fenotipe, ciri khas utama anggota ras Negroid adalah kulit berwarna hitam dan rambut keriting. Meskipun anggota ras Khoisan dan ras Australoid juga berfenotipe kulit hitam dan rambut keriting, mereka tidak dianggap termasuk ras Negroid.

Dari pendapat di atas jelas bahwa "ras Australoid" pernah dipakai dulu untuk menunjuk fenotipe umum dari sebagian besar penghuni bagian selatan India, Sri Lanka, beberapa kelompok di Asia Tenggara, Papua, kepulauan Melanesia dan Australia. Dengan demikian secara fenotipe  orang Papua bukan termasuk kedalam ras Negroid tetapi ras Australoid  bangsa Melanesia yang notabenenya bukan bagian dari  ras negroid seperti Afrika.

Perbedaan warna kulit antara putih dan hitam ini muncul pada zaman penjajan oleh negara-negara kapital di wilayah Afrika. Seperti yang kita ketahui, sampai saat ini orang Afrika akan marah jika dipanggil Negro. Istilah semacam ini digunakan sekitar 1960-an untuk membedakan kelompok penjajah kulit putih (kaukasoid ) dengan orang asli di Afrika. Sampai sekarang di Amerika dan beberapa negara Eropa jika menyapa orang kulit hitam dengan Negro/Niger akan menjadi bentuk penghinaan rasial yang tidak akan ditoler oleh orang Afrika maupun keturunan Afrika. 

Jangan Lupa, Baca juga:

5 Poin yang Harus di Ketahui Masyarakat Non Papua Dalam Perjuangan Papua Merdeka

Surat Untuk Rakyat Melayu- Mari Kita Mulai Belajar Melihat Setiap Persolan Papua Secara Objektif

Dari penjelasan di atas muncul beberapa pertanyaan. Pertama jika kita memang kulit hitam maka di lain sisi, kita dapat menganggap hal itu seperti orang kulit putih memperlakukan orang Afrika dengan sebutan negro? Kedua apakah kita menerima pandangan beberapa arkeolog tentang nenek moyang orang Papua yang datang dari benua Afrika dan tersebar dibeberapa wilayah Asia-Pasifik dan Australia. Ketiga apakah kita ini ras Negroid bangsa Melanesia ataukah ras Australoid bangsa Melanesia? Dan yang keempat apakah kita ini bangsa Austronesia ras  negroid?
Tulisan ini bukan bermaksud mengkleim akan kebenaran dari sisi artikel ini, tetapi lebih pada ingin mencari tahu pengetahuan yang sesungguhnya jadi jika ada teman-teman yang lebih paham dalam hal ini, mari kita diskusikan pertanya-pertanyaan di atas untuk menemukan jawabannya bersama!

Catatan:  Ana Mee  merupakan frasa yang merujuk "pada keluargaku" secara individu dalam bahasa  suku Mee di Papua.

Related Posts

Comments

  1. Dalam bahasa dikenal arti leterlek (kamus) dan makna sosiolinguistik, yang biasanya tidak sama persis. Secara leterlek-rasional memang warna kulit orang Papua itu sawo-matang (cokelat), tetapi secara sosio-linguistik, dalam kontes pemakaian orang-orang Melayu di punya asosiasi "orang hitam" dengan ras Melanesia. Ada orang Papua lebih senang memanggil diri Orang Melanesia daripada orang hitam. Secara politis biasa kita tahu, bahwa identitas saya yang terpenting ialah "identifikasi saya terhadap diri saya daripada differensiasi orang lain terhadap diri saya", karena secara hakiki, fundamental, saya dilahirkan dengan hak asasi untuk mengidentivikasi dan mengasosiasikan diri. Secara umum di dunia kita kenal warna kulit hitam, putih, dan merah. Sampai di situ dulu. Harap yang lain menambahkan.

    ReplyDelete
  2. Jadi yang terpenting ialah "Apa yang saya katakan kepada diri saya" daripada apa yang dikatakan pihak lain tentang saya. Dan pilihan saya itu tergantung kepada saya, dasar pemikirannya-pun adalah hak saya untuk menentukan. Itulah hakiki HAM, dalam pandangan masyarakat modern. Tentan saja ini berbeda dalam pandangan kita masyarakat adat. Kita memanggil diri kita "Mee" atau "Ebe Ap", dan kita menyebut mereka "Epe Ap Lek", bukan manusia sebenarnya. Penyebutan "bukan manusia" itu saja merupakan sebutan "differensiasi", bukan sebutan asosiasi, sama seperti mereka sebut orang Papua "h

    ReplyDelete
  3. sama seperti mereka sebut orang Papua hitam dalam rangka diferensiasi diri mereka terhadap kita orang Papua. Ini rumit dalam hidup manusia, tetapi kita harus sederhanakan semuanya, kita terima apa saja dikatakan orang lain, yang terpenting ialah apa yang saya asosiasikan, bukan apa yang mereka diferensiasikan.

    ReplyDelete
  4. Terima kasih atas kunjungan dan tanggapannya kawan SPMNEWS

    ReplyDelete
  5. Terima kasih atas sumber photo kami di tulis. Penulis amat proffessional. Kami pemilik photo sangat memberikan appreciation penuh, karena sumber perushaan kami: wwww/trek-papua.com/di input sebgai pemilik photo.
    Regards,
    Mac
    Director
    www.trek-papua.com

    ReplyDelete

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter