-->

Pulau Biak di Papua: Ini 5 Fakta yang Jarang diketahui Orang

Post a Comment

stunami biak Papua

Setelah hampir 8 bulan lebih tidak menulis. Kali ini, Dihai kembali menulis dan meluncurkan artikel perda tentang Pulau Biak. Artikel ini merupan lanjutan dari penulisan dua artikel sebelumnya:Adat dan Isti Adat Suku Biak dan 8 Fakta Seputar Suku Biak

Dalam artikel ini Dihai akan menjelaskan beberapa poin yang belum sempat di ulas dalam kedua artikel di atas.  Berikut ini 5 fakta tentang Pulau Biak di provinsi Papua.

1.  Pulau Biak Memiliki Beberapa Nama

Sebutan asli untuk nama Pulau Biak adalah Pulau Warmambo. Selama masa kuasa Belanda di Papua, pemerintah Belanda menggunakan nama "Schouten Eilandenuntuk menyebut Pulau Biak-Numfor singga memasuki tahun 1960-an. Penamaan nama ini merujuk pada orang eropa pertama berkebangsaan Belanda yang mengunjungi Pulau Biak pada awal abat ke 17.

Pada tahun 1616 dua orang bersaudara berkebangsaan Belanda" Jacob le Maire dan Schounten berlayar melintasi Maluku, terus melewati selat Magellan dan tiba di Biak pada 24 Juli 1616 (Haga,1884:30). Penamaan itu diambil dari nama Schounten dan dari penamaan mereka berdua inilah yang digunakan pemerintah Belanda. 

Nama lain untuk kedua pulau ini sering digunakan adalah "Numfor-Wiak". Penamaan ini juga untuk menyebut pulau biak dan Numfor. Tapi, saat ini orang cenderung menggunakan kata "Biak" untuk merujuk pada kedua pulau ini.

Uniknya, arti kata "biak" itu sendiri memiliki beberapa pendapat. Ada yang berpendapat kata tersebut berasal dari kata "Viak" yang merupakan ejekkan kepada suku lain yang tinggal di pegunanangan pulau itu. Kata itu bermakana"orang-orang yang tidak mahir dengan aktvitas di laut, seperti tidak pandai berlayar, menyeberang laut, menangkap ikan dan lain-lain".

Pendapat lain seperti Kamma (1978:29-33) menulis dalam bukunya bahwa penyebutan ini berasal dari sebuah Mite. Klen Burdam meninggalkan pulau ini (Pulau Warmambo) akibat pertengkaran dengan klen Mandowen. Marga Burdam berangkat ke tempat yang jauh. Dalam perjalanan, mereka melihat kebelakang dan pulau ini masih terlihat dan terus terlihat maka mereka berkata Viak Wer/Viak yang artinya "mucul lagi". Menurutnya, dari nama inilah muncul kata Biak dan masih digunakan hingga kini.

Secara resmi kata Biak mulai digunakan pada tahun 1974, bersamaan dengan pembentukan lembaga Kainkain Karkara Biak. Lembaga ini di bentuk untuk mengatur kehidupan bersama suatu komunitas yang disebut Mnu atau kampung. Sedangkan penggabungan Pulau Biak dan Numfor menjadi Biak-Numfor secara resmi berlangsung saat pembentukan Dewan Daerah di pulau Schouten pada tahun  1959.

2. Pulau Biak Saksi Bisu Ribuan Nyawa Tentara Jepang

Pulau ini menjadi saksi bisu atas ribuan nyawa tentara Jepang yang gugur pada perang dunia Ke-II tahun 1943-1944. Jepang menduduki Pulau Biak pada tahun 1942 dengan jumlah pasukan 10.5400 orang. Tentara Nippon mengubah Gua Binsari menjadi tempat persembunyian, pusat logistik serta pertahanan yang sangat aman dari tentara sekutu.

Tapi, pendaratan ini nenjadi awal kehancuran yang turut melahap ribuan nyawa tentara Jepang. Pada tanggal 7 Juni 1944 pasukan sekutu yang dipimpin komando Jenderal McArthur membondar-bandir pertahanan itu dengan bom dan drum-drum bahan bakar. Sebanyak 3.000 lebih tentara Jepang gugur dan terkubur hidup-hidup dalam Goa.

Saat ini tulang-belulang dari pasukan Jepang masih tersimpan dalam bangunan seluas 2 meter persegi yang letanya tidak jauh dari mulut Goa. Di bagian ruang arsip khusus dari bangunan ini kita dapat melihat tengkorak, tulang kaki, dan tangan dari tentara Jepang.

Untuk mengenang perang tersebut, dibangun monumen Perang Dunia Dua pada tahun 1994 di desa paray, yang terletak antara Mokmer dan Bosnik, sekitar 7 km  dari kota Biak.

Tempat yang kini dikenal sebagai Gua Jepang ini, selalu masuk dalam daftar kujungan wisatawan domestik maupun manca negara. Jika hendak berkujung, anda pun dapat mempertimbangnnya.

Tempat wisata lain di Biak sobat bisa baca: 7 Tempat wista terbaik di Pulau Biak

3. Pulau Biak sebebagai Pangkalan Antariksa

Indonesia meluncurkan satelit pertamanya pada 4 Oktober 1957. Dar laporan "State of The Satellite Industry Association (2017) sejauh ini sedikitnya ada 1.300 satelit yang mengorbit. Pengorbitan itu mengacu pada empat kepentingan, telekomunikasi, observasi bumi, ilmu pengetahuan, dan keamanan nasional.

Tapi.. Soal tempat peluncuran satelit, Indonesia tidak sejago AS yang memiliki 8 tempat peluncuran satelit  atau India yang memiliki 4 tempat. Untuk itu, pulau Biak sejak lama dirik sebagai Pangkalan Antariksa Nasional. Bahkan salah satu negara adidaya, Rusian pun sempat melirik pulau ini untuk menjadikannya sebagai sebagai tempat peluncuran Satelit.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional melakukan uji coba terhadap beberapa pulau untuk mencari lokasi terbaik bandar antariksa. Hasilanya, Pulau Biak terpilih sebagai pemenangnya dengan lokasi Desa Soukobye, Kabupaten Biak Numfor.

Lalu mengapa harus Pulau Biak?

Pulau biak yang terletak dekat dengan garis khatulistwa (titik koordinat, 0º55′-1º27LS-134º47-136º48BT) sangat stategis untuk peluncuran Roket Peluncur Satelit ke Geostationary Earth Orbit. Kedekatan itu tentu akan sangat menghemat bahan bakar roket ketika diluncurkan.

4. Proses Geologi dan Bandara Internasional Pertama di Biak

Mengacu pada (Petocz, 1980) kepualau Biak-Numfor terpisa dari pulau Induknya, Papua sejak 200 juta tahun yang lalu. Pulau Supiori dan Biak hanya dipisahkan oleh sebuah sungai. Sugai tersebut bergantung pada pasang-surutnya air. Jika lagi surut maka kedua ini menjadi daratan yang bersatu.

Pulau biak juga merupakan kota pertama  di Papua yang memiliki bandar udara internasiona. Bandara yang kini dikenal dengan sebutan Frans Kaisepo ini memiliki panjang landasan pacu 3,6 km. Pada tahun 90-an pernah melayani penerbangan Internasional, Biak Los Angel  USA melalui Honolulu.

5. Biak dilanda Stunami

stunami Biak Papua
Pada  tanggal 17 Februari 1996 gempa bumi disusul stunami mengguncang  wilayah ini. Gempa bumi tersebut dikethui berkekuatan 8.1(Ms) atau 8.2 (Mw). Hanya dalam waktu 10-15 menit  setelah gempa, gelombang stunami menyapu beberapa wilayah di Pulau ini.

Mengacu pada laporan  (Jakarta Post, 1996) ketinggian tsunami itu mencapai  4 meter di Manokwari, 7 meter di Sarmi, 6-7 meter di Korim (Biak Utara), 3-5 meter di Biak dan 7 meter di Pulau Yapen. Pusat gempa itu  diketahui terjadi  pada 101 km Timur Laut, Biak-Papua, dengan kedalaman 33 km. Gempa.

Akibat kedua bencana itu, tercatat  108 orang meninggal dunia, 423 orang luka-luka, 58 korban hilang dan 4.053 rumah rusak.

Dengan demikian itulah pembahasan 5 fakat seputar Pulau Biak di Papua. Jika ada Hal yang belum di bahas dalam artikel ini. Tinggalkan komentar anda.
Newest Older

Related Posts

Comments

Subscribe Our Newsletter